
JDSP (27 tahun) pendaki asal Brasil dilaporkan terjatuh saat mendaki di sekitar Cemara Nunggal, jalur menuju puncak Gunung Rinjani, Sabtu (21/6).
Tim SAR terus melakukan pencarian, Senin (23/6). Namun kabut tebal dan cuaca menjadi kendala.
Informasi dari Balai Taman Nasional Gunung Rinjani, proses evakuasi dimulai pada Sabtu (21/6) pukul 14.32 Wita, tim pendahulu tiba di lokasi jatuh dan mulai memasang tali.
Pukul 16.00 Wita, korban dilaporkan semakin terperosok, dan tali 300 meter belum cukup menjangkau titik keberadaan korban. Pukul 19.38 Wita, peralatan dan logistik di-drop.
“Pukul 20.00 Wita, tim telah turun hingga 300 meter namun belum menjangkau korban, berusaha memanggil korban tapi tidak ada sahutan ataupun respons dari korban,” kata Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Yarman kepada kumparan, Senin (23/6).
Salah satu anggota tim lalu bermalam di tebing pada kedalaman 200 meter (flying camp).
Pencarian dilanjutkan pada Minggu, 22 Juni 2025. Upaya penyambungan tali dan penggunaan drone thermal dilakukan.
“Pukul 10.00 WIB, informasi visual dari drone menunjukkan korban tidak lagi berada di titik sebelumnya,” ujarnya.
Proses pencarian terkendala kabut tebal dan cuaca basah, sehingga drone thermal belum dapat digunakan maksimal.
“Rapat tim memutuskan dua skema pencarian yakni manual via tali dan udara via drone thermal,” ucapnya.
Nyangkut di Tebing Sedalam 500 Meter

Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Yarman Wasur, mengatakan pada pencarian hari Senin (23/6) sekitar pukul 06.30 WITA, korban berhasil terpantau menggunakan drone.
“Dalam posisi tersangkut di tebing batu pada kedalaman kurang lebih 500 meter dan secara visual dalam keadaan tidak bergerak,” kata Yarman kepada kumparan.
Yarman menyampaikan, dua personel rescue diturunkan untuk menjangkau lokasi korban dan mengecek titik pembuatan anchor (penambat) kedua di kedalaman kurang lebih 350 meter.
“Namun, setelah observasi, ditemukan dua overhang besar sebelum bisa menjangkau korban membuat pemasangan anchor tidak memungkinkan. Tim rescue harus melakukan climbing untuk bisa menjangkau korban,” ucapnya.
Dalam proses evakuasi ini, kata Yarman, petugas menghadapi medan ekstrem dan cuaca dinamis, kondisi kabut tebal mempersempit pandangan dan meningkatkan risiko.
“Demi keselamatan, tim rescue ditarik kembali ke posisi aman,” ujarnya.
Opsi Evakuasi Pakai Helikopter

Pukul 14.30 WITA, petugas beserta Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar rapat evaluasi.
“Dalam arahannya, Gubernur mendorong percepatan evakuasi dengan opsi penggunaan helikopter, mempertimbangkan waktu kritis 72 jam ‘Golden Time’ dalam penyelamatan di alam bebas,” ungkapnya.
Sementara, Kepala Kantor Basarnas Mataram, Muhamad Hariyadi, secara teknis menjelaskan proses evakuasi ini bisa dimungkinkan menggunakan helikopter. Namun harus dipastikan spesifikasi helikopter terlebih dahulu.
Hingga kini pencarian masih diupayakan.