
TNI ikut turun tangan untuk mengamankan kawasan hutan di Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Pengamanan dilakukan setelah aksi pembalakan liar yang terjadi di sana.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Kepala Staf Umum (Kasum) TNI, Letjen Richard Tampubolon, saat meninjau hasil penindakan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang mengamankan 4.610 meter kubik kayu bulat ilegal dan satu tongkang di Pelabuhan Gresik, Jawa Timur, Selasa (14/10).
“Di Mentawai sudah kita amankan base camp, ekskavator, pekerja beberapa orang. Ini akan ditelusuri terus sesuai hukum. Tentunya ini dilakukan dengan pertimbangan yang matang, terukur namun tindakannya tegas,” kata Richard lewat keterangan tertulis, Rabu (15/10).
Adapun pembalakan liar itu mengakibatkan kerusakan mencapai 730 hektare di Hutan Sipora, termasuk jalan hauling dalam kawasan hutan produksi seluas 7,9 hektare.
Praktik ini terungkap ketika Satgas PKH menemukan 4.610 meter kubik kayu bulat meranti ilegal. Kayu tersebut diangkut menggunakan tongkang Kencana Sanjaya dan tugboat Jenebora 1 dan kemudian diamankan di Pelabuhan Gresik, Jawa Timur.

Penindakan ini merupakan hasil pengembangan operasi kawasan Hutan Sipora seluas 31 ribu hektare, yang mengungkap praktik pembalakan liar terorganisir oleh PT Berkah Rimba Nusantara (BRN) dan seorang individu berinisial IM.
Modusnya, para tersangka melakukan pemalsuan dokumen legalitas kayu. Sebenarnya, PT BRN hanya mengantongi Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) seluas 140 hektare.
Namun, dengan dokumen tersebut seolah-olah menunjukkan bahwa kayu yang ditebang merupakan barang yang sah dan berizin. Padahal, kayu yang diperoleh berasal dari hutan kawasan yang tidak berizin.
Imbas praktik pembalakan liar ini, terjadi kerusakan ekosistem flora dan fauna. Diperkirakan, butuh 60 hingga 100 tahun untuk pemulihannya.
Saat ini, sudah dua pihak yang dijerat sebagai tersangka. Mereka adalah tersangka perorangan berinisial IM dan tersangka korporasi yakni PT BRN.
Perkara ini kini ditangani bersama oleh Ditjen Gakkum Kementerian Kehutanan dan Kejaksaan Agung. Para tersangka sementara dijerat dengan UU Kehutanan dan UU Pencegahan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 15 miliar.