
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan bahwa pengusaha minyak, Mohamad Riza Chalid, dicap sebagai trader migas. Hal tersebut terungkap dari surat dakwaan terhadap anaknya, Muhamad Kerry Adrianto Riza, terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah.
Riza Chalid telah dijerat sebagai tersangka dalam kasus itu. Namun, keberadaannya saat ini masih belum diketahui.
Adapun Kerry didakwa terlibat dalam kasus dugaan korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 285 triliun tersebut. Dalam kasus itu, ia disebut berperan melakukan pengaturan sewa tiga kapal milik PT Jenggala Maritim Nusantara (PT JMN) dan sewa terminal bahan bakar minyak (TBBM).
Nama Riza Chalid sendiri muncul dalam perbuatan melawan hukum terkait dengan penyewaan terminal BBM. Dalam dakwaan itu, jaksa mengungkapkan adanya janji akuisisi sewa TBBM yang disampaikan Kerry dan dipercaya oleh Dany Subrata selaku Direktur PT Oiltanking Merak karena reputasi Riza Chalid.
“Terkait akuisisi TBBM Merak, terdakwa Muhamad Kerry Adrianto Riza menjanjikan Dany Subrata selaku Direktur PT Oiltanking Merak tahun 2006-2014 yaitu nanti setelah PT Tangki Merak melakukan akuisisi TBBM Merak, akan disewakan kepada PT Pertamina (Persero) dengan jangka panjang dan TBBM akan bisa okupansi penuh,” kata jaksa membacakan surat dakwaannya, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/10).
“Sehingga, Dany Subrata percaya karena reputasi ayah terdakwa Muhamad Kerry Adrianto Riza yaitu Mohamad Riza Chalid sebagai trader migas, di mana sebelumnya terdakwa Muhamad Kerry Adrianto Riza juga menyampaikan sedang melakukan negosiasi dengan PT Pertamina (Persero) terkait penyewaan fasilitas TBBM PT Oiltanking Merak,” ucap jaksa.
Dalam dakwaan itu, Kerry juga disebut melakukan negosiasi terkait penyewaan fasilitas TBBM PT Oiltanking Merak sebelum memberikan janji soal akuisisi TBBM Merak tersebut. Kontrak negosiasi itu tertulis akan ditandatangani pada 6 Maret 2014.

Adapun terkait penyewaan terminal BBM tersebut, Riza Chalid disebut melakukan sejumlah upaya dalam pengaturan penyewaannya.
Dalam surat dakwaannya, jaksa pada pokoknya menyebut bahwa pihak PT Pertamina (Persero) sepanjang April 2012-November 2014 telah memenuhi permintaan pihak Riza Chalid agar perusahaan menyewa terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak.
“Meskipun PT Pertamina (Persero) tidak membutuhkan Terminal BBM tersebut,” papar jaksa.
Akibat transaksi penyewaan terminal BBM tersebut, negara disebut mengalami kerugian keuangan mencapai Rp 2,9 triliun.
“Pembayaran sewa terminal BBM tersebut telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara selama periode tahun 2014-2024 sebesar Rp2.905.420.003.854,” kata jaksa.
Kerugian itu berasal dari pengeluaran yang seharusnya tidak dikeluarkan oleh PT Pertamina (Persero) maupun anak usahanya, PT Pertamina Patra Niaga.
“Yang seharusnya tidak dikeluarkan yaitu pembayaran throughput fee dan/atau pekerjaan tambahan kepada PT Orbit Terminal Merak,” ungkap jaksa.
Terkait perbuatan melawan hukum dari aspek penyewaan terminal BBM itu turut memperkaya Riza Chalid dan anaknya, beserta Komisaris Utama PT Jenggala Maritim Nusantara dan Presiden Direktur PT OTM, Gading Ramadhan Juedo, melalui PT OTM sebesar Rp2.905.420.003.854 atau Rp 2,9 triliun.
Adapun sidang dakwaan Kerry itu digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, bersamaan dengan empat terdakwa lainnya, yakni:
-
Eks Direktur Utama PT Pertamina International Shipping (PT PIS), Yoki Firnandi;
-
Senior Manager Crude Oil Supply PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) periode 2022-1 April 2023, Agus Purwono;
-
Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara dan Presiden Komisaris PT OTM, Dimas Werhaspati; dan
-
Komisaris Utama PT Jenggala Maritim Nusantara dan Presiden Direktur PT OTM, Gading Ramadhan Joedo.
Akibat perbuatannya, Kerry dkk didakwa turut terlibat dalam korupsi tata kelola minyak mentah yang merugikan negara hingga Rp 285 triliun. Rincian kerugian dalam kasus ini yakni:
Kerugian Keuangan Negara
Kerugian ini terdiri dari:
-
Ekspor minyak mentah, yakni USD 1.819.086.068,47
-
Impor minyak mentah, yakni USD 570.267.741,36
-
Impor produk kilang atau BBM, yakni USD 332.368.208,49
-
Pengapalan minyak mentah dan BBM, yakni USD 11.094.802,31 dan Rp 1.073.619.047,05
-
Sewa Terminal BBM, yakni Rp 2.905.420.003.854,06
-
Kompensasi, yakni Rp 13.118.191.145.790,47
-
Penjualan Solar nonsubsidi, yakni Rp 9.415.196.905.676,86
Total keseluruhannya yakni sebesar USD 2.732.816.820,63 atau USD 2,7 miliar (setara Rp 45.091.477.539.395 atau Rp 45,1 triliun) dan Rp 25.439.881.674.368,30 atau Rp 25,4 triliun.
Dengan demikian, total kerugian keuangan negara yakni Rp 70.531.359.213.763,30 atau Rp 70,5 triliun.

Kerugian Perekonomian Negara
Kerugian ini terdiri dari:
-
Kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut sebesar Rp 171.997.835.294.293 atau Rp 171,9 triliun
-
Keuntungan ilegal yang didapat dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri sebesar USD 2.617.683.340,41 atau USD 2,6 miliar (setara Rp 43.191.775.117.765 atau Rp 43,1 triliun).
Dengan demikian, total kerugian perekonomian negara dalam kasus ini yakni Rp 215.189.610.412.058 atau Rp 215,1 triliun.
Jika ditotal, maka kerugian negara dalam kasus ini yakni mencapai sekitar Rp 285 triliun.
Akibat perbuatannya itu, Kerry dkk didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.