
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas kembali menegaskan tujuan ‘Protokol Jakarta’, sebuah kerangka kerja untuk mencapai keadilan royalti digital bagi musisi Indonesia. Menurut Supratman, Protokol Jakarta diharapkan bisa menyeragamkan tarif antara negara maju dan negara berkembang.
Ia memahami, selama ini ada ketimpangan besar antara besaran royalti yang diterima musisi Indonesia dibandingkan dengan negara lain di Asia.
“Tarif yang kita terima hari ini dari platform digital seperti Spotify dan Apple Music itu berbeda dengan Malaysia. Kita menerima sangat kecil. Apalagi kalau dibandingkan dengan Singapura, Korea Selatan, atau Jepang,” ujarnya dalam acara Diskusi Musik, Hak Cipta, dan Ruang Publik di Hotel Tribrata, Jakarta Selatan, Rabu (8/10).
Supratman memaparkan, musisi di Singapura bisa menerima royalti hingga 13 persen, sementara Indonesia hanya sekitar 0,018 persen. Ketimpangan ini disebutnya sangat jauh dan tidak adil bagi para kreator di Tanah Air yang berkontribusi besar terhadap ekosistem musik global.
“Mereka itu besar, sangat besar. Apple, perusahaan yang sangat besar dan yang sangat tidak mudah untuk kita bisa berhadapan dengan mereka. Walaupun memungkinkan, tetapi bukan hanya itu yang kita hadapi, tapi kita menghadapi yang namanya negara-negara adikuasa di mana platform itu didirikan,” kata Supratman.
“Karena itu teman-teman semua, kalau kemudian ini bisa dilakukan G2G, maka kita tidak akan mungkin bisa sejajar dengan mereka,” ujarnya.
‘Protokol Jakarta’ akan diajukan Indonesia dalam sidang International Conference on Copyright and Related Rights (ICCR), di bawah naungan World Intellectual Property Organization (WIPO), pada Desember mendatang.

Langkah ini, kata Supratman, merupakan strategi diplomasi agarnegara berkembang memiliki posisi tawar lebih kuat dalam menentukan skema pembayaran royalti di era digital.
“Persoalan royalti, termasuk publisher rights, akan saya angkat menggunakan organisasi internasional untuk berhadapan dengan platform-platform digital,” ujar politikus Gerindra ini.
Untuk memperkuat langkah itu, Supratman telah mengundang seluruh duta besar Indonesia di dunia dalam rapat virtual yang akan digelar 14 Oktober mendatang. Pertemuan ini bertujuan menggalang dukungan internasional agar ‘Protokol Jakarta’ mendapat tempat di forum WIPO.