
Presiden Prabowo Subianto mengatakan bahwa kebijakan proteksionisme yang dilakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump melalui tarif ke beberapa negara menjadi peringatan bagi Indonesia, utamanya untuk memperluas pasar.
Indonesia saat ini memperkuat kerja sama dengan negara-negara lain dan blok perdagangan internasional. Indonesia menjalin kerja sama dengan Uni Eropa (IEU-CEPA), perjanjian serupa juga terjalin dengan Kanada (ICA-CEPA), dan tengah proses menjadi anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Bahkan, Indonesia juga sudah menjadi anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan).
“Bagi kami, hal itu menjadi sebuah peringatan. Maksud saya, kalau saya jadi orang Amerika, saya bisa memahami sudut pandang pemerintahan Trump,” ujar Prabowo dalam Forbes Global CEO Conference 2025 di Island Ballroom St. Regis Hotel, Jakarta, Rabu (15/10).
Prabowo memahami bahwa setiap pemimpin negara pasti ingin melindungi rakyatnya, termasuk dengan kebijakan tarif. Sehingga menurutnya, Indonesia juga tidak boleh terus bergantung pada satu pasar, seperti AS.
Namun, kalau kita masuk ke dalam perang tarif, kapan hal itu akan berhenti, bukan? Karena itu, bagi kami, ini menjadi peringatan penting. Saya lalu berkata kepada tim saya, kepada para pejabat dan pelaku bisnis, kita harus menjadi lebih efisien, lebih berani, dan tidak boleh terus bergantung pada pasar yang mudah, oh Amerika, Amerika,” jelasnya.
Presiden yakin bahwa Indonesia bisa menjangkau pasar dengan luas. Untuk itu, yang terpenting saat ini adalah pasar domestik, kapasitas dan beli harus ditingkatkan.
“Yang paling penting sebenarnya adalah pasar Indonesia sendiri. Kita memiliki hampir 300 juta penduduk. Karena itu, kita harus meningkatkan kapasitas dan daya beli kita,” kata Prabowo.
“Itulah sebabnya saya ingin benar-benar memberdayakan masyarakat miskin Indonesia, karena hal itu akan menciptakan konsumsi domestik yang kuat,” tambahnya.