BerandaPola Pendidikan Nasional, Melampaui...

Pola Pendidikan Nasional, Melampaui Empirisme

Pendidikan, bukan sekadar bertahan, tetapi mengarah ke masa depan yang lebih baik, sumber: Pexels.
Pendidikan, bukan sekadar bertahan, tetapi mengarah ke masa depan yang lebih baik, sumber: Pexels.

Persoalan konkret dalam dunia pendidikan Indonesia tidak berhenti pada sekadar kelemahan kualitas pengajaran, melainkan juga pada orientasi yang cenderung sempit dan terbatas. Praktik yang terlalu menekankan hafalan, ujian atau assessment, dan capaian angka membuat proses belajar kehilangan makna sesungguhnya.

Murid di banyak tempat hanya diarahkan mengejar standar formal terukur secara kuantitatif, sementara aspek lain seperti pengembangan kepekaan sosial, keberanian mengajukan pertanyaan, serta kemampuan merumuskan gagasan baru kurang dihidupkan. Hal demikian melahirkan generasi yang mungkin unggul secara teknis, tetapi rapuh dalam menghadapi tantangan yang menuntut kebijaksanaan.

Guru, yang seharusnya menjadi motor penggerak transformasi intelektual, justru sering terjebak dalam tekanan administratif. Padatnya kurikulum, tuntutan laporan, serta standar evaluasi yang kaku membuat mereka kehilangan ruang dalam mengembangkan kreativitas pedagogis.

Waktu berdialog dengan murid dan membangun pembelajaran berbasis refleksi sering terkikis oleh kewajiban administratif. Akibatnya, praktik mengajar lebih menyerupai rutinitas birokratis ketimbang proses pencerahan intelektual.

Di sisi lain, ketimpangan fasilitas pendidikan semakin memperdalam jurang kualitas berpikir di kalangan murid. Di sekolah-sekolah tertentu, akses terhadap bahan bacaan, teknologi, maupun sarana eksplorasi ide masih terbatas, sehingga pengembangan daya imajinasi terhambat.

Di ruang lain, budaya belajar instan yang lebih mengutamakan hasil cepat daripada proses mendalam ikut melanggengkan pola pikir pragmatis. Kesenjangan ini menjadikan pendidikan tidak bergerak sebagai wahana pembebasan, melainkan sekadar sarana mobilitas sosial yang terbatas.

Fenomena yang lebih mengkhawatirkan muncul di ranah publik. Perdebatan yang muncul di media sosial maupun ruang politik sering kali miskin argumen dan mudah terjebak dalam polarisasi dangkal. Ironinya, situasi ini berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di ruang kelas yang justru seharusnya menjadi laboratorium intelektual.

Alih-alih menjadi tempat latihan bernalar, sekolah sering menuntut kepatuhan mutlak tanpa ruang untuk mempertanyakan. Kontradiksi tersebut berpotensi besar menghasilkan jurang antara kebutuhan bangsa akan warganya yang kritis dan pola pendidikan yang masih membatasi kebebasan berpikir.

Pada akhirnya, membangun bangsa yang berpikir tidak dapat dilakukan hanya dengan memperbaiki kurikulum secara teknis, melainkan dengan membentuk kultur belajar yang menempatkan rasionalitas, refleksi moral, dan kemandirian berpikir sebagai fondasi.

Immanuel Kant (1900) menekankan bahwa pendidikan tidak boleh semata-mata diarahkan untuk menyesuaikan anak dengan kondisi dunia saat ini, melainkan harus diproyeksikan pada masa depan yang lebih baik. Menurutnya, pendidikan sejati adalah pendidikan yang selaras dengan ide kemanusiaan dan keseluruhan tujuan hidup manusia.

Kesalahan umum para orang tua, kata Kant, adalah mendidik anak agar sekadar bertahan dalam keadaan dunia yang buruk, bukan mempersiapkan mereka untuk menghasilkan kondisi lebih baik di masa mendatang. Prinsip ini memiliki arti penting karena pendidikan visioner akan melahirkan generasi yang bukan hanya beradaptasi dengan realitas, tetapi juga mampu mengubah dan memperbaiki sesuai dengan potensi luhur manusia.

Pendidikan seharusnya berani melampaui batas empirisme sempit, agar murid tidak hanya menguasai data dan fakta, tetapi juga mampu mengolahnya dalam kerangka berpikir lebih luas. Bangsa yang berkelanjutan lahir dari individu-individu yang berani berpikir otonom, mampu menimbang dengan prinsip, dan tidak mudah diguncang oleh perubahan zaman.

Untuk mengatasi krisis ini, kita dapat bercermin pada gagasan pendidikan transendental Immanuel Kant. Menurut Kant, pendidikan bukan sekadar proses empiris mengisi pikiran dengan fakta (Kant, 1781/1998). Lebih dari itu, pendidikan harus melatih kapasitas rasional dan moral manusia yang bersifat apriori—kapasitas yang sudah ada dalam diri manusia sejak lahir, namun perlu diasah.

Tujuan pelatihan, yakni membentuk individu otonom secara moral dan mampu bertindak berdasarkan imperatif kategoris—prinsip moral universal yang lahir dari akal budi praktisnya sendiri, bukan dari dorongan eksternal atau kepentingan pribadi (Kant, 1785/2002).

Dalam kerangka itu, pendidikan tidak lagi berorientasi pada pencapaian akademis semata, melainkan pada pembentukan karakter kuat dan berprinsip. Kurikulum tidak lagi hanya mengajarkan apa yang harus dipikirkan, tetapi bagaimana cara berpikir secara logis dan terstruktur.

Sejarah, misalnya, tidak sekadar tentang menghafal tanggal dan nama pahlawan, melainkan tentang memahami sebab-akibat, motivasi, dan implikasi dari suatu peristiwa. Pelajaran etika tidak sekadar mendaftar mana yang benar dan salah, tetapi mendorong murid untuk menanyakan “Apakah tindakan saya dapat menjadi hukum universal bagi semua orang?”—sebuah pertanyaan yang menggugah nalar dan hati.

Implementasi gagasan Kant dalam konteks Indonesia membutuhkan perubahan paradigma yang mendasar. Guru dapat bertransformasi dari sekadar sumber informasi menjadi fasilitator yang memandu murid menggunakan rasionya sendiri. Lingkungan belajar menjadi arena di mana murid merasa aman untuk bertanya, berdebat, dan bahkan meragukan dogma-dogma yang ada, tentunya dengan landasan argumen mendasar.

Dengan cara ini, murid tidak melulu menguasai pengetahuan, tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai universal seperti keadilan, kejujuran, dan hak asasi manusia, bukan karena dipaksakan, melainkan karena mereka memahami sebagai keharusan rasional.

Pola pendidikan transendental Kant menawarkan jalan keluar dari krisis pemikiran kritis yang kita hadapi. Ia mengajak kita untuk melihat pendidikan sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya, yang mandiri secara moral dan intelektual.

Dengan menempatkan rasio dan otonomi sebagai pilar utama pendidikan, profil alumni yang dihasilkan menjadi generasi cerdas secara akademis, dan juga tangguh dalam prinsip, mampu membuat keputusan bijaksana, dan pada akhirnya, berkontribusi secara substantif dalam membangun bangsa yang lebih adil dan beradab. Hal tersebut menjadi investasi jangka panjang yang begitu berharga bagi masa depan Indonesia.

- A word from our sponsors -

spot_img

Most Popular

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

More from Author

Anissa Aziza tidak Bisa Move on dari Momen Indah saat Lakukan Ibadah Umrah

Dalam unggahan di akun Instagram resminya, perempuan berusia 31 tahun tersebut...

Mendorong Literasi dan Inklusi Keuangan dengan Pendekatan Kreatif

IFG berkomitmen dalam mendorong literasi dan inklusi keuangan nasional melalui pendekatan...

Kemendikdasmen Pantau Progres Revitalisasi SLB Negeri Trituna Subang

KEMENTERIAN Pendidikan Dasar dan Menengah melakukan kunjungan ke SLB Negeri Trituna...

Sinar Mas Land melalui Digital Hub Dukung Generasi Muda Indonesia di Bidang Robotika dan AI

Sejak pertama kali digelar pada tahun 2013 oleh RACER Robotic Indonesia,...

- A word from our sponsors -

spot_img

Read Now

Anissa Aziza tidak Bisa Move on dari Momen Indah saat Lakukan Ibadah Umrah

Dalam unggahan di akun Instagram resminya, perempuan berusia 31 tahun tersebut menjalankan ibadah umrah tanpa sang suami dan anak.

Mendorong Literasi dan Inklusi Keuangan dengan Pendekatan Kreatif

IFG berkomitmen dalam mendorong literasi dan inklusi keuangan nasional melalui pendekatan kreatif dan menyenangkan.

Kemendikdasmen Pantau Progres Revitalisasi SLB Negeri Trituna Subang

KEMENTERIAN Pendidikan Dasar dan Menengah melakukan kunjungan ke SLB Negeri Trituna Subang, Jawa Barat untuk melihat pelaksanaan program Revitalisasi Satuan Pendidikan atau sekolah

Sinar Mas Land melalui Digital Hub Dukung Generasi Muda Indonesia di Bidang Robotika dan AI

Sejak pertama kali digelar pada tahun 2013 oleh RACER Robotic Indonesia, KRON telah berkembang dari sebuah kontes nasional menjadi kejuaraan robotika dan AI tingkat Asia

AI Emang Pintar, tapi enggak Punya Hati!, Psikolog Ingatkan Risiko Curhat ke AI

Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Rose Mini Agoes Salim mengingatkan masyarakat agar tidak curhat atau konsultasi masalah hati dan kepribadian ke AI

Waspada Nokturia Gejala Gagal Ginjal, ini Cara Mencegahnya

Jangan abaikan gejala seperti sering buang air kecil di malam hari. Meskipun bisa berkaitan dengan gangguan saluran kemih

Netanyahu Batal Hadiri KTT Perdamaian Gaza di Mesir

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tidak jadi hadiri KTT Perdamaian Gaza yang akan digelar di Mesir. Sebelumnya, kehadiran Netanyahu diungkap oleh juru bicara kepresidenan Mesir. Dikutip dari Reuters, Senin (13/10), kantor perdana menteri Israel mengatakan Netanyahu diundang oleh Presiden AS Donald Trump untuk berpartisipasi dalam pertemuan dengan para...

Ini Pertimbangan Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Nadiem Makarim

Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menolak gugatan praperadilan yang diajukan mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.

Wanita yang Tewas di Hotel Palembang Pernah Ketahuan Suaminya Selingkuh

Adi Rosadi, suami dari Anti Puspitasari yakni perempuan yang tewas di salah satu hotel Kota Palembang mengakui bahwa ia pernah tahu istrinya menyelingkuhi dirinya. Hal tersebut ia katakan saat ditanyai mengenai kronologi awal ketika Adi mengetahui kabar duka meninggalnya sang istri. "Udah pernah tahu kalau dulu, tapi sejak ia...

Vivo X300 dan X300 Pro Resmi Meluncur di China, HP Kamera Super 200 MP Zeiss

Vivo kembali menghadirkan smartphone flagship di tengah berbagai kemajuan teknologi saat ini. Terbaru, Vivo resmi meluncurkan X300 Series. Peluncuran Vivo X300 Series dilakukan di Shanghai Indoor Stadium, Shanghai, China, Senin (13/10). kumparan berkesempatan menyaksikan langsung peluncuran ponsel andalan baru Vivo ini. Spesifikasi Vivo X300 Pertama, ada Vivo X300. Handphone (HP)...

Mensos Gus Ipul Tinjau Sekolah Rakyat Sumedang: Sudah Sangat Baik

Menteri Sosial Gus Ipul meninjau Sekolah Rakyat Terintegrasi di Sumedang, menekankan pentingnya pendidikan dan pemberdayaan untuk mengentaskan kemiskinan.

Wamensos: Sekolah Rakyat Dapat Jadi Harapan Baru bagi yang Kurang Mampu

Wamensos menegaskan komitmen pemerintah dalam pengentasan kemiskinan melalui Sekolah Rakyat, yang mendukung pendidikan dan kemandirian masyarakat miskin.