
Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) bakal menggugat Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dalam waktu dekat. Keputusan ini diambil berdasarkan berbagai pertimbangan matang pihak AKSI.
Ketua AKSI, Piyu, menyebut sudah berkali-kali bertemu dengan LMKN dan meminta agar kinerjanya dimaksimalkan. Namun, menurut Piyu, hak para pencipta lagu semakin dipinggirkan dan terbitlah direct lisence dari AKSI.
“Kenapa kita mengajukan direct lisence?Karena LMK tidak bisa berfungsi, tidak bisa memberikan hak pencipta lagu, sehingga kami menjalankan direct lisence, supaya pencipta ini dapat haknya,” kata Piyu dalam konferensi pers di Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa (24/6).
“Ada sikap yang salah. Tapi selalu diralat, bahwa untuk mendapatkan royalti, itu harus bergabung dengan LMK. Saya bilang, saya tunjukan ke beliau bahwa pasal ini tidak mengharuskan bergabung dengan LMK,” lanjut Piyu.

Dalam hal ini, Piyu menyebut LMKN harus membebaskan semua penyanyi untuk memilih, mau bayar lewat LMK, atau direct lisence ke pencipta.
“Sebenarnya LMKN juga menyikapinya salah juga, harusnya memberikan kebebasan kepada pencipta, mereka bisa ikut dengan LMKN atau menjalankan sendiri, atau kita sebut dengan direct lisence,” jelas Piyu.
LMKN Tetap Larang Direct Lisencing
Piyu kecewa karena LMKN, dengan kinerja yang dianggap buruk, tetap menentang direct lisencing yang disuarakan AKSI.
“Jadi ada apa ini dengan LMKN? Sudah enggak bisa berfungsi untuk mengumpulkan royalti konser, nilainya ratusan ribu, kenapa ketika pencipta meminta hak untuk melakukan direct lisence, tidak boleh?” tutur Piyu.

Oleh karenanya, Piyu memastikan AKSI akan menggugat LMKN dalam waktu dekat.
“Gugatan kami simpel aja, tentang kewenangan. Jadi kewenangan mereka apakah sudah sesuai dengan UU hak cipta, apakah bisa menjalankan fungsi sebagai LMKN?” ucap Piyu.
“Kami duga, LMKN ini tidak bisa menjalankan tugasnya. Mereka kami duga tidak bisa menjalankan kewajiban dalam pengumpulan royalti performing rights, untuk live performs dan pertunjukkan,” tutup Piyu.