BerandaPergeseran Kultur Politik Indonesia:...

Pergeseran Kultur Politik Indonesia: dari Tokoh ke Isu

Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock

“Ted Robert Gurr dalam Why Men Rebel telah menjelaskan bahwa pemberontakan lahir dari jurang antara harapan dan kenyataan—jurang itulah yang kini menganga di Indonesia.”

Gelombang unjuk rasa yang merebak beberapa waktu terakhir menunjukkan bahwa politik Indonesia sedang memasuki babak baru. Jika sebelumnya dinamika politik kerap dipandu oleh figur karismatik, kini kita menyaksikan lahirnya politik berbasis isu. Perubahan ini bukan sekadar variasi dalam gaya protes, melainkan sebuah transformasi kultur politik yang dapat mengubah wajah demokrasi Indonesia dalam lima tahun mendatang.

Fenomena ini terlihat dari cara unjuk rasa berlangsung. Tidak ada lagi pemimpin tradisional seperti tokoh partai, ketua BEM, atau konfederasi buruh yang menjadi ujung tombak. Demonstrasi kini terorganisir melalui media sosial dengan ritme periodik, bergerak berdasarkan momentum isu, bukan instruksi elite. Anak muda mengekspresikan keterlibatannya dalam bentuk FOMO (fear of missing out), sebuah ekspresi radikal yang mencerminkan keresahan sekaligus harapan menjadi bagian dari sejarah. Politik jenis baru ini sekaligus melemahkan pengaruh tokoh-tokoh partai dan organisasi massa yang selama ini dianggap dominan.

Berbeda dari kerusuhan atau protes di masa lalu yang sering dipandang sebagai ledakan ketimpangan sosial, unjuk rasa kali ini muncul sebagai katarsis yang diwarnai teknologi digital. Ia tidak lagi didorong oleh jaringan patronase lama, melainkan oleh koordinasi cepat antarwarga net. Sayangnya, pemerintah justru menanggapi fenomena ini dengan cara lama.

Presiden Prabowo mengaitkan protes dengan makar dan terorisme—narasi yang jauh dari substansi aspirasi publik. Alih-alih membaca keresahan sebagai ekspresi demokratis, respons itu menunjukkan jarak yang kian lebar antara logika kekuasaan dan realitas masyarakat.

Baca di sini: Pidato lengkap Prabowo yang menyebut demonstrasi mengarah pada tindakan makar dan terorisme.

Perspektif Teoritis

Untuk memahami fenomena ini, kita bisa melihat teori-teori klasik tentang keresahan sosial. Psikolog sosial Gustave Le Bon menjelaskan bagaimana individu larut dalam kerumunan dan kehilangan identitas personal, sehingga lahir perilaku kolektif yang sulit diprediksi. Ted Robert Gurr dalam Why Men Rebel menekankan bahwa pemberontakan lahir dari deprivasi relatif—jurang antara harapan dan kenyataan. Sementara Albert Camus dalam Rebellion, Resistance, and Death melihat pemberontakan sebagai ekspresi eksistensial: manusia menolak diperlakukan tidak adil karena mereka masih percaya pada makna keadilan itu sendiri.

Michel Foucault menambahkan dimensi struktural, bahwa protes sering kali merupakan hasil dari relasi kuasa yang timpang. Ketika rakyat merasa martabatnya diinjak, demonstrasi menjadi ruang artikulasi moral. Dalam konteks ini, tuntutan rakyat Indonesia mengingatkan kita pada slogan Revolusi Prancis: liberté, égalité, fraternité. Mereka menuntut kebebasan, kesetaraan, dan persaudaraan, bukan sekadar perubahan kosmetik politik.

Faktor Struktural dan Kegagalan Partai Politik

Ledakan kemarahan di jalanan tentu memiliki pemicu, tetapi faktor yang lebih mendasar adalah disparitas dan frustrasi rakyat. Partai politik yang seharusnya menjadi perumus aspirasi gagal menjalankan fungsinya. Mereka sibuk dengan urusan internal, bagi-bagi jabatan, dan studi banding ke luar negeri, sementara suara rakyat disalurkan melalui media sosial. Tuntutan-tuntutan seperti “17+8” atau desakan kesetaraan gender muncul tanpa kanal formal, karena partai tidak lagi dipercaya sebagai jembatan.

Aparat keamanan pun sering salah membaca situasi. Mereka menganggap perusakan sebagai tradisi mahasiswa, padahal itu luapan frustrasi akibat ketidakadilan struktural. Dalam kondisi massa, prinsip the whole is greater than the sum of its parts berlaku: individu melebur menjadi energi kolektif yang bisa berujung destruktif. Meski selalu ada sponsor kekerasan yang harus diusut, akar masalahnya tetap pada jurang ketidakadilan.

Konflik Laten: Aturan vs Nilai

Di balik dinamika ini, terdapat konflik laten antara rules dan values. Aturan mewakili logika kekuasaan, sementara nilai merefleksikan energi moral publik. Ketika undang-undang seperti UU Perampasan Aset tidak kunjung disahkan, rakyat menilai aturan tidak sejalan dengan keadilan. Dalam kondisi itu, tindakan langsung di jalan dianggap lebih efektif.

Konflik ini bersifat sublim, sulit dipahami sebelum meledak. Jika demonstrasi berujung kekerasan atau penjarahan, itu menandakan ada masalah dengan nilai fundamental yang tidak terakomodasi. Meskipun penjarahan bertentangan dengan peradaban, ia tetap merupakan tanda frustrasi kolektif.

Unjuk rasa juga menyimpan isu-isu laten yang tidak diucapkan secara terbuka. Generasi muda tidak secara eksplisit menyebut soal dinasti Solo, ijazah palsu, atau kasus Gibran. Namun, semua itu membentuk deep psychology publik. Kekacauan hari ini adalah warisan sepuluh tahun pemerintahan sebelumnya yang penuh kontroversi.

Presiden Prabowo menghadapi tantangan untuk membuktikan diri sebagai pemimpin otentik, bukan sekadar perpanjangan tangan Jokowi. Jika ia gagal memutus relasi itu, maka isu-isu laten akan terus membayangi hingga 2029. Potensi keretakan kabinet, persoalan legitimasi wakil presiden di Mahkamah Konstitusi, hingga kontroversi ijazah Jokowi bisa sewaktu-waktu menjadi pemicu protes baru.

Politik Netizen

Kultur politik Indonesia kini dijaga bukan hanya oleh warga negara (citizen), tetapi oleh netizen. Media sosial memungkinkan publik, diaspora, akademisi, dan jurnalis bersatu dalam wacana moral. Politik tidak lagi digerakkan oleh lobi tertutup, tetapi oleh viralitas isu. Netizen menuntut pemulihan akal sehat, keadilan sosial, martabat masyarakat adat, kelestarian hutan, hingga hak kelompok yang terpinggirkan.

Inilah wajah politik baru: partisipasi berbasis isu, diorganisir secara anomi, namun memiliki daya dorong eksistensial yang kuat. Aparat keamanan, intelijen, dan elite politik harus belajar membaca fenomena ini, bukan sekadar menganggapnya ancaman keamanan.

Pergeseran kultur politik Indonesia tidak bisa diabaikan. Dari tokoh ke isu, dari partai ke media sosial, dari lobi ke jalanan, transformasi ini merepresentasikan lahirnya politik generasi baru. Protes yang digerakkan oleh isu adalah wujud koreksi terhadap kegagalan institusi politik.

Pertanyaan mendasarnya: apakah pemerintah akan membuka ruang dialog dan reformasi, atau justru menstigmatisasi gerakan ini sebagai makar? Jawaban atas pertanyaan itu akan menentukan apakah demokrasi Indonesia menuju pendewasaan atau justru terjebak dalam spiral krisis kepercayaan. Yang jelas, politik Indonesia telah berubah. Kini, masa depan demokrasi kita ditentukan oleh seberapa jauh negara mau merangkul energi moral publik yang lahir dari jalanan dan dunia maya.

- A word from our sponsors -

spot_img

Most Popular

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

More from Author

Sekolah Berstandar Global Jadi Motor Transformasi Pendidikan Nasional

Kemendikdasmen menegaskan komitmennya mempercepat transformasi pendidikan nasional dengan melibatkan sekolah-sekolah berstandar...

Trade Expo Indonesia ke-40 Resmi Dibuka, Hadirkan Keunggulan Produk Indonesia Tanpa Batas

Acara tahunan berskala internasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia...

Penyeragaman Kemasan Rokok tidak Cocok Diterapkan di Indonesia

Aturan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) tentang penyeragaman kemasan rokok...

Janji Reformasi Polisi Dinilai Kian Kabur, Presiden Hanya Beretorika dan tidak Serius

Ia menilai, setelah satu bulan berlalu sejak janji itu diucapkan, tanda-tanda...

- A word from our sponsors -

spot_img

Read Now

Sekolah Berstandar Global Jadi Motor Transformasi Pendidikan Nasional

Kemendikdasmen menegaskan komitmennya mempercepat transformasi pendidikan nasional dengan melibatkan sekolah-sekolah berstandar internasional.

Trade Expo Indonesia ke-40 Resmi Dibuka, Hadirkan Keunggulan Produk Indonesia Tanpa Batas

Acara tahunan berskala internasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia ini mengusung tema “Discover Indonesia’s Excellence: Trade Beyond Boundaries”.…

Penyeragaman Kemasan Rokok tidak Cocok Diterapkan di Indonesia

Aturan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) tentang penyeragaman kemasan rokok dengan warna yang sama tidak cocok diterapkan di Indonesia.

Janji Reformasi Polisi Dinilai Kian Kabur, Presiden Hanya Beretorika dan tidak Serius

Ia menilai, setelah satu bulan berlalu sejak janji itu diucapkan, tanda-tanda keseriusan pemerintah justru semakin meredup.

Foto: Aksi Jonatan Christie Pulangkan Kenta Nishimoto dari Denmark Open 2025

Pebulu tangkis tunggal putra Indonesia Jonatan Christie mengalahkan pebulu tangkis asal Jepang Kenta Nishimoto pada pertandingan Denmark Open 2025 di Jyske Bank Arena, Odense, Denmark, Kamis (16/10) dini hari WIB. Dalam laga itu Jonatan berhasil mengusir pebulu tangkis asal Jepang setelah memetik kemenangan comeback. Lewat Rubber Game dengan...

Harga Cabai Merah Tembus Rp100 Ribu di Aceh

HARGA cabai merah di kawasan Provinsi Aceh sejak sebulan terakhir terus meningkat.

Ini Alasan KPK yang Berambisi Usut Korupsi di Taspen

Terbilang, kata Greafik, para jaksa harus meyakinkan hakim untuk menyatakan para terdakwa bersalah melakukan korupsi, dengan barang bukti yang ada.

‘Departemen Perang’: Simbol Baru Ambisi Amerika di Panggung Dunia

Wacana penggantian nama Department of Defense menjadi Department of War bukanlah sekadar urusan administratif biasa dalam pemerintahan Amerika Serikat. Ia mencerminkan perubahan cara pandang yang lebih dalam: pergeseran dari sikap defensif menuju identitas agresif yang menempatkan kekuatan militer sebagai bahasa utama politik luar negeri. Fenomena ini dapat...

Beras Analog Cepat Saji dari Umbi Garut dan Tulang Ikan Buatan Mahasiswa UNAIR

Pernah mendengar istilah beras analog atau beras tiruan? Beras analog memiliki bentuk yang sangat mirip dengan beras asli, hanya saja warnanya sedikit berbeda biasanya lebih kekuningan karena menyesuaikan bahan dasar yang digunakan. Meski begitu, dari segi tekstur dan cara penyajiannya, beras analog tidak jauh berbeda dari beras...

Keluarga Beri Dukungan kepada Jonathan Frizzy, Berharap Dapat Keringanan Hukuman

Jonathan Frizzy dituntut 1 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum di kasus Vape berisi obat keras dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tangerang. Usai dituntut 1 tahun, pihak Jonathan Frizzy langsung mengajukan nota pembelaan atau pleidoi. Dalam pembelaannya, pria yang akrab disapa Ijonk itu menitikberatkan pada...

Cegah Terorisme, BNPT Dukung Peningkatan Keamanan Pelabuhan Tanjung Mas

BNPT memperkuat keamanan Pelabuhan Tanjung Mas untuk lindungi objek vital nasional dari ancaman terorisme. Sosialisasi peraturan dilakukan untuk kesiapsiagaan.

Viral! Mobil Dinas di Sulut Dikendarai Pria yang Mabuk Lalu Menabrak Pohon

MANADO - Viral, seorang pria yang sudah dalam kondisi mabuk mengendarai mobil dinas pelat merah dan menabrakkan bagian belakang mobil saat dia coba untuk berakselerasi saat memundurkan mobil di lokasi diduga pelataran parkir klub malam. Selain menabrakkan mobil dinas itu, yang justru paling menjadi sorotan adalah perkataan si...