
Serangan rudal Iran ke Pangkalan Udara al-Udeid di Qatar pada Senin (23/6) malam waktu setempat kembali menarik perhatian dunia terhadap jejak militer Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah.
Keberadaannya sudah mengakar selama puluhan tahun dan tersebar di hampir seluruh negara kawasan tersebut.
Secara historis, kehadiran militer AS di Timur Tengah bermula dari krisis Lebanon pada 1958. Sejak saat itu, jumlah pasukan terus bertambah. Hingga pertengahan 2025, diperkirakan terdapat sekitar 40.000 hingga 50.000 personel AS yang aktif bertugas di wilayah ini.
Mengutip data Council on Foreign Relations, AS memiliki total 19 pangkalan militer aktif maupun semi-aktif di Timur Tengah. Delapan di antaranya bersifat permanen dan tersebar di delapan negara. kumparan mencoba merangkum berbagai sumber terbuka untuk menyajikan penjelasan lengkap terkait pangkalan-pangkalan tersebut. Berikut ulasannya.
Naval Support Activity (NSA) – Bahrain

Pangkalan ini berdiri di dekat Pelabuhan Khalifah bin Salman dan menjadi markas utama Armada Kelima Angkatan Laut AS sejak 1997. Dengan personel sekitar 9.000 orang dan total dana investasi mencapai USD 8 miliar, NSA memiliki peran vital dalam pengawasan dan operasi laut AS di Teluk Persia, Laut Merah, Laut Arab, hingga sebagian Samudera Hindia. Kapasitasnya pun luar biasa—mampu menampung kapal induk dan mengendalikan operasi maritim di kawasan.
Camp Arifjan – Kuwait
Terletak 55 km dari Kuwait City, Camp Arifjan dibangun oleh pemerintah Kuwait pada 1999 dan menjadi markas utama Angkatan Darat AS di kawasan. Bersama dua pangkalan lainnya di negara itu, total personel yang ditempatkan mencapai sekitar 13.500. Selain sebagai titik logistik utama, Arifjan juga dilengkapi fasilitas pengiriman pos militer, menjadikannya pusat administratif dan operasional strategis AS di bawah komando CENTCOM.
Al Dhafra Air Base – Uni Emirat Arab

Beroperasi sejak 2015 di bawah pengelolaan bersama dengan Angkatan Udara UEA, Al Dhafra terletak di pinggiran selatan Abu Dhabi. Dengan jumlah personel sekitar 3.000–3.500, pangkalan ini dikenal sebagai titik utama operasi pengawasan udara dan intelijen AS. Pesawat-pesawat canggih seperti F-22 Raptor dan RQ-4 Global Hawk berbasis di sini, serta fasilitas pelatihan gabungan seperti Joint Air Warfare Center juga menjadikan Al Dhafra pangkalan udara tersibuk AS di kawasan.
Erbil Air Base – Irak
Erbil Air Base berdiri satu kompleks dengan Bandara Internasional Erbil dan mulai digunakan oleh AS sejak invasi ke Irak pada 2003. Meski dibangun oleh militer Irak pada 1970-an, pangkalan ini kini menjadi pusat latihan dan operasi pasukan koalisi internasional. Bersama pangkalan Ain Al Asad, total personel di wilayah Irak mencapai sekitar 2.500.
Landasannya yang sepanjang 4,7 km menjadikannya salah satu yang terpanjang di dunia, dan juga menjadi titik awal operasi militer yang akhirnya menewaskan pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi.
al-Udeid Air Base – Qatar

Pangkalan militer terbesar AS di kawasan ini berlokasi sekitar 30 km dari Doha dan berdiri pada 1996 sebagai hasil kerja sama dengan Qatar. Dengan investasi mencapai USD 1 miliar, Al Udeid menampung hingga 10 ribu personel dan memiliki dua landasan pacu yang mampu mendukung semua jenis pesawat AS. Selain itu, al-Udeid menjadi rumah bagi markas operasi gabungan seperti U.S. Air Forces Central Command dan CENTCOM Forward HQ, menjadikannya pusat kendali operasi AS dari Mesir hingga Kazakhstan.
Muwaffaq Salti Air Base – Yordania
Terletak di Azraq, sekitar 100 km dari Amman, Yordania. Pangkalan ini berdiri sejak 1981 dan kini menjadi salah satu titik penting dalam pengawasan perbatasan Suriah. Terdapat sekitar 3.800 personel AS yang ditempatkan di sini, termasuk pasukan koalisi dari Jerman, Belanda, dan Belgia. Pada 2018, AS mengucurkan dana USD 143 juta untuk melakukan modernisasi dan ekspansi fasilitas ini.
Prince Sultan Air Base – Arab Saudi

Pangkalan yang sudah ada sejak 1951 ini kembali diaktifkan secara signifikan sejak 2019 sebagai bagian dari kerja sama antara AS dan Arab Saudi. Terletak di selatan Riyadh, Prince Sultan Air Base menampung sekitar 2.700 personel dan menjadi rumah bagi sejumlah pesawat tempur AS, termasuk F-15. Pangkalan ini berperan sebagai pusat respons cepat terhadap ancaman di kawasan Teluk.
Al Tanf – Suriah
Didirikan sekitar tahun 2016 di wilayah perbatasan antara Suriah, Irak, dan Yordania, Al Tanf menjadi basis utama koalisi internasional dalam operasi kontra-ISIS. Dengan sekitar 2.000 personel, pangkalan ini berfungsi sebagai titik pengawasan strategis terhadap jalur logistik militan dan tetap menjadi simbol keterlibatan militer AS di zona konflik Suriah.
Adapun serangan Iran ke al-Udeid menggarisbawahi bahwa pangkalan-pangkalan ini bukan sekadar pusat logistik, melainkan juga menjadi simbol dan sasaran geopolitik. Dalam situasi konflik yang terus membara, keberadaan militer AS di Timur Tengah tetap menjadi bagian krusial dari strategi keamanan regional maupun global.