
Sejumlah mantan pegawai KPK yang tersingkir akibat tes wawasan kebangsaan (TWK) mengaku ingin kembali bertugas di lembaga antirasuah. Mantan penyidik KPK, Novel Baswedan, menyebut hal ini dapat dimanfaatkan sebagai momentum perbaikan KPK.
“Ini momentum yang baik bagi Presiden Prabowo untuk menunjukkan komitmen beliau dalam mendukung penguatan KPK dengan pengembalian hak 57 orang yang disingkirkan dengan TWK,” kata Novel saat dihubungi, Rabu (15/10).
Novel mengatakan, para mantan pegawai KPK saat ini juga tengah mengajukan permohonan penyelesaian sengketa terkait data TWK. Permohonan diajukan agar data TWK bisa dibuka ke publik.
“Dalam pandangan saya, proses TWK merupakan agenda penyingkiran yang dilakukan oleh Firli Bahuri dkk. Sekarang setelah ternyata Firli justru menjadi tersangka perkara korupsi, dan kerusakan yang dibuat terhadap KPK begitu besar, mestinya menjadi keinsafan bagi pimpinan KPK yang baru untuk memperbaiki,” ucap Novel.
Apalagi, menurut dia, Komnas HAM dan Ombudsman RI juga telah mengeluarkan rekomendasi terkait persoalan TWK ini kepada pimpinan KPK era Firli Bahuri cs. Temuan Ombudsman saat itu, TWK ada penyimpangan. Bahkan menurut Komnas HAM, ada upaya penyingkiran pegawai lewat TWK.
Namun demikian, Novel belum ingin untuk kembali ke KPK. Akan tetapi, ketidakadilan yang pernah terjadi tak boleh dibiarkan begitu saja.
“Ini bukan soal ingin, tapi hukum harus ditegakkan. Saya rasa bila perbuatan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh KPK (masa pimpinan Firli dkk) ini dimaklumi maka kita sedang membiarkan KPK bermasalah,” ucap Novel.
Novel pun tetap mendukung apa yang tengah diusahakan rekan-rekan sejawatnya untuk bisa kembali bertugas di KPK.
“Saya secara pribadi merasa tidak ingin kembali ke KPK, paling tidak untuk sekarang ini. Karena saya masih ada kebutuhan untuk penyembuhan cedera mata saya karena diserang pada saat bertugas di KPK pada tahun 2017,” jelas Novel.
“Tetapi saya akan mendorong kawan-kawan yang berintegritas dan kompeten, yang 4 tahun lalu disingkirkan oleh Firli dkk agar bisa kembali bertugas di KPK,” lanjutnya.

Mantan penyidik KPK lainnya, Harun Al Rasyid, mengungkapkan saat ini dirinya masih menjalankan amanah sebagai Deputi di Kementerian Haji dan Umrah. Sehingga, dia belum bisa untuk ikut kembali ke KPK.
Meski begitu, sama seperti Novel, Harun tetap mendukung apa yang diinginkan oleh para mantan pegawai KPK lainnya.
“Saya sudah bertugas sebagai deputi di Kementerian Haji dan Umrah. Saya tetap mendukung kawan-kawan untuk kembali ke KPK untuk terus membantu KPK memberantas korupsi,” tutur Harun.

Hal yang sama juga diungkapkan eks penyidik KPK, Yudi Purnomo. Menurut dia, kembalinya para mantan pegawai KPK korban TWK bisa menjadi momentum perbaikan.
“Saya tidak kembali ke KPK. Tetapi saya mendukung kawan-kawan untuk kembali. Karena semangat mereka untuk memperbaiki KPK dari dalam, sekaligus ilmu dan kompetensi mereka. Tentu akan membantu KPK dalam memperkuat kelembagaan sekaligus menambah tenaga KPK, terutama dalam bidang penyidikan,” ujar Yudi.
“Saya pikir sudah tidak ada lagi hal teknis terkait dengan pengembalian mantan pegawai KPK ke KPK karena sudah sama-sama ASN. Kembalinya mantan pegawai KPK nanti diharapkan akan menjadi momentum pemberantasan korupsi,” lanjutnya.

Sebelumnya, eks pegawai KPK yang tersingkir akibat TWK mengaku menginginkan untuk kembali bertugas di lembaga antirasuah. Salah satu upaya dilakukan dengan meminta agar data hasil TWK itu dibuka untuk publik.
Mantan pegawai KPK diwakili Hotman Tambunan dan Ita Khoiriyah mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi ke Komisi Informasi Publik (KIP) agar data hasil TWK bisa dibuka oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Kuasa pemohon, Lakso Anindito, mengatakan dengan dibukanya hasil tes tersebut bisa menjadi pertimbangan Presiden Prabowo Subianto untuk mengembalikan 57 pegawai korban TWK kembali bertugas di KPK.
“Laporan itu akan digunakan untuk dapat membuka kepada Pak Presiden Prabowo Subianto untuk mempertimbangkan kembali untuk pengembalian hak dari teman-teman yang diberhentikan melalui Tes Wawasan Kebangsaan,” kata Lakso dalam sidang sengketa di KIP, Jakarta, Senin (13/10).