BerandaNepal dan Cermin dari...

Nepal dan Cermin dari Bahaya Krisis Demokrasi

(Photo by Sunil Pradhan/Anadolu via Getty Images)
(Photo by Sunil Pradhan/Anadolu via Getty Images)

Gen Z bergerak, dan membuat suasana menjadi tidak terkontrol di Nepal. Dari jalanan Kathmandu hingga kota-kota besar lain, ribuan anak muda Nepal turun ke jalan, muak pada korupsi, nepotisme, dan elite yang terus mempermainkan demokrasi. Mereka lahir setelah transisi politik, tumbuh dengan janji demokrasi baru, namun yang mereka saksikan justru stagnasi demokrasi, penyelewengan kekuasaan, dan ruang publik yang makin sempit.

Pemicu langsung dari ledakan kemarahan ini adalah keputusan pemerintah untuk melarang puluhan platform media sosial. Tetapi larangan itu hanya percikan api di atas tumpukan kekecewaan. Gen Z menjadikan protes ini sebagai gerakan moral untuk melawan “nepo kids” yang mendominasi politik dan bisnis, simbol ketidakadilan struktural yang menutup jalan bagi meritokrasi.

Aksi protes yang awalnya damai cepat berubah menjadi konfrontasi. Aparat keamanan menembakkan gas air mata, massa membalas dengan teriakan tuntutan yang semakin radikal yakni mundurnya perdana menteri. Tekanan massa akhirnya melumpuhkan parlemen dan menggiring Perdana Menteri K.P. Sharma Oli ke pintu keluar kekuasaan. Namun, kekosongan kekuasaan segera diisi oleh intervensi militer dengan dalih menjaga stabilitas, membuka babak baru krisis yang menegaskan rapuhnya fondasi demokrasi di Nepal.

Krisis di Nepal ini adalah manifestasi dari kegagalan demokrasi substantif. Dan Gen Z telah menyalakan alarm bahwa tanpa demokrasi yang dijalankan secara nyata, negara bisa tergelincir ke retorika kosong dan kekuasaan yang tak terkontrol.

Membaca Nepal melalui Teori Demokrasi

Robert A. Dahl (1971), seorang profesor politik fenomenal dari Yale University dalam bukunya Polyarchy, menjelaskan bahwa demokrasi bukan hanya sekadar prosedur elektoral. Melainkan suatu sistem yang menuntut adanya kontestasi politik yang nyata dan partisipasi luas dari masyarakat. Demokrasi yang sehat harus menjamin kebebasan berpendapat, akses terhadap informasi, serta mekanisme akuntabilitas yang kuat. Namun dalam kenyataan, banyak negara hanya berhenti pada demokrasi prosedural yakni melaksanakan pemilu dan memiliki parlemen. Tanpa menjamin substansi demokrasi dijalankan secara sungguh-sungguh.

Guillermo O’Donnell dan Philippe Schmitter (1986) dalam karya mereka Transitions from Authoritarian Rule, bahkan mengingatkan bahaya dari demokrasi delegatif. Maksudnya adalah ketika rakyat hanya diminta hadir dalam pemilu, tetapi setelah itu elite politik bertindak sewenang-wenang tanpa mekanisme pengawasan. Nepal memperlihatkan gejala ini. Ada pemilu, ada parlemen, ada konstitusi, tetapi korupsi dan nepotisme dibiarkan hidup subur. Jika demokrasi tidak dijalankan secara substantif, yang muncul bukanlah pemerintahan rakyat untuk rakyat, melainkan legitimasi semu bagi elite. Itulah yang dilawan Gen Z Nepal. Demokrasi yang hanya tampak hidup secara prosedural tetapi mati secara substansial.

Bahaya dari Krisis Demokrasi

Krisis demokrasi di Nepal memperlihatkan gejala klasik yang sudah diperingatkan oleh banyak ilmuwan politik. Francis Fukuyama (2014) dalam bukunya yang berjudul Political Order and Political Decay menulis bahwa korupsi adalah penyakit yang menghancurkan legitimasi institusi politik. Ketika masyarakat tidak lagi percaya bahwa sistem bekerja untuk mereka, ruang kosong itu bisa diisi oleh kekuatan non-demokratis, baik oligarki maupun militer.

Hilangnya kepercayaan publik adalah ancaman pertama. Demokrasi tidak bisa bertahan tanpa kepercayaan rakyat. Ketika generasi muda melihat bahwa akses ke pendidikan, pekerjaan, dan kesempatan politik hanya terbuka bagi “anak pejabat” atau kerabat elite, mereka merasa terasing dari sistem. Inilah yang melahirkan slogan “nepo kids” dalam protes di Nepal.

Ancaman kedua adalah otoritarianisme baru. Kekosongan kepemimpinan atau pemerintahan yang lumpuh seringkali diisi oleh militer dengan alasan menjaga stabilitas. Namun sejarah menunjukkan bahwa sekali militer masuk ke ranah politik, jalan keluar menuju demokrasi seringkali semakin terjal.

Ancaman ketiga adalah delegitimasi internasional. Negara yang gagal menunjukkan konsistensi dalam menjalankan demokrasi akan kehilangan posisi moral di kancah global. Demokrasi yang hancur dari dalam akan mengurangi peluang investasi, memperburuk krisis ekonomi, dan pada akhirnya memperdalam ketidakstabilan.

Gen Z dan Tantangan Demokratisasi Baru

Gen Z di Nepal menjadi simbol generasi yang menuntut demokrasi substantif. Mereka menolak politik lama yang penuh kompromi kepentingan, dan menuntut reformasi yang lebih nyata. Transparansi keuangan publik, pembentukan lembaga pengawas independen, serta ruang kebebasan berekspresi yang terjamin, adalah tuntutan utama yang dikumandangkan. Namun, tantangan mereka berat. Gerakan tanpa struktur politik bisa kehilangan arah. Kekuatan lama bisa dengan mudah melakukan kooptasi. Dan tanpa dukungan institusi formal, protes bisa berhenti pada ledakan sesaat tanpa perubahan jangka panjang.

Disini lah dilema besar demokrasi. Ia memerlukan partisipasi aktif rakyat, tetapi juga memerlukan institusi yang stabil. Jika salah satu unsur hilang, demokrasi akan rentan jatuh ke krisis. Nepal sedang membayar harga dari demokrasi yang selama ini dibiarkan hanya sebagai prosedur, tanpa substansi.

Penutup dan Refleksi

Nepal hari ini adalah cermin yang memantulkan bahaya dari demokrasi yang tidak dijalankan dengan sungguh-sungguh. Demokrasi yang hanya berhenti pada pemilu tetapi membiarkan korupsi, nepotisme, dan eksklusi sosial berkembang, hanyalah jalan menuju krisis.

Pelajaran ini penting bukan hanya bagi Nepal, tetapi juga bagi negara-negara lain, termasuk di Asia dan kawasan Global South. Demokrasi tidak cukup hanya ada di atas kertas. Demokrasi harus terasa dalam praktik. Terwujudnya keadilan sosial yang nyata, kebebasan sipil yang dijamin, transparansi dalam pengelolaan negara, serta kesetaraan kesempatan bagi seluruh warga negara. Jika hal-hal substantif itu diabaikan, demokrasi akan menjadi wadah kosong yang suatu saat bisa meledak oleh kemarahan rakyat.

- A word from our sponsors -

spot_img

Most Popular

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

More from Author

Barasuara Akui Raih Pendengar Baru karena Lagunya Viral

Grup musik Barasuara mengaku merasakan momen viral ketika lagu mereka berjudul...

Kepala Sekolah SMA 1 Cimarga Diberhentikan, Merokok dan Kekerasan di Sekolah tak Bisa Dinormalisasi

Perhimpunan Pendidik dan Guru (P2G) Satriawan Salim menegaskan siswa merokok dan...

Cara Install Microsoft PowerPoint di Laptop

PowerPoint digunakan untuk membuat, mengedit, dan menampilkan slide presentasi yang berisi...

Gubernur Banten Diminta Jangan Buru-Buru Nonaktif Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga

Gubernur Banten diminta agar tidak terburu-buru menonaktifkan Kepala Sekolah SMAN 1...

- A word from our sponsors -

spot_img

Read Now

Barasuara Akui Raih Pendengar Baru karena Lagunya Viral

Grup musik Barasuara mengaku merasakan momen viral ketika lagu mereka berjudul Pancarona dan Terbuang Dalam Waktu hadir di film Sore: Istri dari Masa Depan.

Kepala Sekolah SMA 1 Cimarga Diberhentikan, Merokok dan Kekerasan di Sekolah tak Bisa Dinormalisasi

Perhimpunan Pendidik dan Guru (P2G) Satriawan Salim menegaskan siswa merokok dan guru melakukan kekerasan di sekolah tak bisa dinormalisasi. Hal itu terkait kasus Kepala Sekolah SMA 1 Cimarga 

Cara Install Microsoft PowerPoint di Laptop

PowerPoint digunakan untuk membuat, mengedit, dan menampilkan slide presentasi yang berisi teks, gambar, grafik, audio, video, dan animasi.

Gubernur Banten Diminta Jangan Buru-Buru Nonaktif Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga

Gubernur Banten diminta agar tidak terburu-buru menonaktifkan Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga, Dini Pitria, yang diduga melakukan kekerasan kepada siswa yang merokok.

Foto: Melihat Persiapan Atlet Jelang Kejuaraan Dunia Gimnastik 2025 di Jakarta

Sejumlah pesenam mengikuti sesi latihan Kejuaraan Dunia Gimnastik 2025 atau 53rd FIG Artistic Gymnastics World Championships 2025 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (15/10). Mereka melakukan sesi latihan sebelum bertanding dalam 53rd FIG Artistic Gymnastics World Championships 2025 yang akan diselenggarakan pada 19-25 Oktober 2025 di Indonesia...

Pangkas Birokrasi, Kemendagri Luncurkan Sistem Informasi Eksekutif

Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meluncurkan Sistem Informasi Eksekutif (SIE) sebagai langkah strategis dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang adaptif, responsif, dan kolaboratif di era digital, sehingga bisa memangkas birokrasi. Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi (Pusdatin) Kemendagri Muhamad Valiandra menjelaskan, SIE dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan data yang...

Dugaan Eksploitasi Anak di Balik Layanan Pijat, Kriminolog UI Desak Penyelidikan Lebih Dalam

KASUS dugaan eksploitasi anak di bawah umur yang bekerja di salah satu tempat pijat di Jakarta menuai sorotan. Harus ada penyelidikan lebih mendalam terkait hal tersebut.

Eks Napiter Sebut Keluarga dan Pendidikan Benteng Pertahanan dari Radikalisme

Eks napiter sekaligus mantan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) mengungkapkan pintu masuk radikalisme sering kali dari pikiran yang kehilangan arah dan keluarga yang tak harmonis.

Zat Besi Penting Bagi Peningkatan Performa Olahraga

Zat besi merupakan mineral penting untuk membentuk hemoglobin, yang membantu mengikat oksigen untuk disalurkan ke seluruh bagian tubuh.

Di Balik Lezatnya Sup Korea, Terselip Risiko Kesehatan yang tak Banyak Diketahui

Sup telah menjadi bagian penting dari budaya kuliner Korea. Namun, di balik kehangatannya, ahli kesehatan menyoroti risiko serius bagi tubuh, terutama akibat tingginya kadar garam.

Cara Mengembalikan Santet kepada Pengirimnya dengan Doa dan Perlindungan

Pelajari cara mengembalikan santet kepada pengirimnya dengan doa Islam, ayat Al-Qur'an, dan tips perlindungan dari energi negatif.

Andra Soni Jelaskan soal Sanksi untuk Siswa SMA di Lebak yang Merokok

Gubernur Banten Andra Soni menjelaskan sanksi untuk siswa merokok di SMAN 1 Cimarga. Tindakan kepala sekolah dinilai berlebihan, namun bertujuan mendidik.