
Suasana ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta sempat tegang namun juga penuh rasa ingin tahu. Di kursi saksi, duduk empat perempuan dengan kisah masa lalu yang sama: Dua mantan istri dan dua mantan pacar eks Direktur Utama Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih ANS Kosasih alias ANS Kosasih.
Kondisi tersebut terjadi pada persidangan Senin (25/8). Jauh sebelum Kosasih divonis bersalah dalam kasusnya.
Di balik persidangan saat itu, ternyata terselip taktik Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK. Taktik tersebut dalam upaya untuk membuat persidangan efektif tanpa kegaduhan.
Kasatgas JPU KPK, Greafik Loserte, menceritakan bagaimana timnya harus memikirkan hingga hal-hal kecil di sidang, termasuk soal tempat duduk para saksi. Penataan posisi menjadi penting untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan ketika keterangan yang disampaikan menyentuh sisi emosional.
“Akhirnya kita susun. Maksudnya gini, menyusun saksi pun kita pikirin supaya mereka itu bisa bebas memberikan keterangan,” kata Greafik kepada wartawan, Rabu (15/10).
Dua mantan istri Kosasih adalah Rina Lauwy dan Yulianti Malingkas. Sedangkan dua mantan pacarnya ialah Raden Roro Dina Wulandari dan Theresia Meila Yunita.
Menurut Greafik, keempatnya tidak didudukkan berjejer dalam satu baris kursi saksi. Posisinya diacak—ada yang di depan, di tengah, dan di belakang.
“Jadi gini, kalau kita satukan satu deret itu cewek-cewek sama ibu-ibu, kira-kira kalau ada pertanyaan jawaban yang emosional kita jambak-jambakan gak kira-kira?” ujarnya.
Keempat saksi tersebut dihadirkan bersamaan untuk memberikan keterangan mengenai hal serupa yakni soal ke mana aset yang dibeli Kosasih diduga disamarkan dengan menggunakan nama orang lain.
“Karena barang bukti berupa kendaraan itu disamarkan, uang itu disamarkan, kemudian aset-aset berupa apartemen itu disamarkan, maka oleh karena perolehannya kita yakin dari tindak pidana maka itu harus dirampas sebagai bagian pengembalian atas kerugian negara yang dinikmati oleh terdakwa,” ucap Greafik.




Dalam persidangan tersebut, terungkap bahwa Raden Roro pernah diberi Kosasih satu mobil Honda HR-V berwarna hitam seharga kurang-lebih Rp 500 juta.
Sementara, Theresia pernah dibelikan aset, yakni tiga bidang tanah seharga Rp 4 miliar, mobil Honda CR-V hingga Mazda, empat tas Louis Vuitton (LV), hingga satu unit apartemen dengan nilai sewa Rp 200 juta per tahun.
Dalam kasusnya, Kosasih telah divonis pidana 10 tahun penjara. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Kosasih terbukti melakukan tindak pidana korupsi yakni investasi fiktif secara bersama-sama, mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp 1 triliun.
Selain pidana badan, Kosasih juga dihukum pidana denda sebesar Rp 500 juta, dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Tak hanya itu, Kosasih juga dihukum pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 29,152 miliar, USD 127.057, SGD 283.002, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 30 poundsterling, 128 ribu yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, dan 1,26 juta won Korea, serta Rp 2,87 juta.
Kosasih terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
Atas putusan tersebut Kosasih mengajukan banding. Jaksa siap menghadapi banding tersebut.