
Seorang mahasiswa perguruan tinggi di Kota Semarang, Jawa Tengah, diduga mengedit foto wajah orang lain menjadi video tak senonoh menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI), lalu menyebarkannya di media sosial.
Kasus ini terungkap setelah muncul video terduga pelaku berinisial CRA yang meminta maaf atas perbuatannya. Permintaan maaf secara terbuka itu disampaikan melalui video yang diunggah di akun Instagram resmi sekolah, @sman11semarang.official.
Dalam video tersebut, CRA mengaku video berjudul “Skandal Semanse” yang beredar di media sosial bukan video asli, melainkan hasil editannya semata.
“Pembuatan video dengan judul Skandal Semanse, baik foto maupun video, itu tidak benar-benar ada. Namun hanya editan belaka dengan aplikasi AI,” ujar CRA dalam video tersebut.
Ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada kepala sekolah, para guru, serta seluruh siswa-siswi SMAN 11 Semarang karena perbuatannya telah mencoreng nama baik sekolah.
“Saya ingin meminta permohonan maaf atas perbuatan saya, di mana saya telah mengedit dan mengunggah foto maupun video teman-teman tanpa izin pada akun Twitter saya,” imbuh Chiko.
Wakil Kepala SMAN 11 Semarang, Miyarsih, membenarkan adanya peristiwa tersebut.
Video permintaan maaf itu direkam di SMAN 11 Semarang pada Senin (13/10).
“Iya benar, (pelaku) minta maaf di sini, di SMAN 11 Semarang, kemarin,” kata Miyarsih saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (14/10).
Namun, ia belum bisa mengungkap detail kronologi peristiwa pelecehan digital tersebut.
Sementara itu, Kepala Bidang Pembinaan SMA Disdikbud Jateng, Kustrisaptono, menyebut pihaknya masih menelusuri kronologi kejadian. Ia mengkonfirmasi bahwa pelaku merupakan lulusan sekolah tersebut.
“Itu (pelakunya) alumni, lulusan SMA 11 Semarang. Bermain AI, komputer, karena teknologi itu. Mungkin dia mengunggah hasil rekayasa itu,” ujar Kustri.
Pihaknya juga telah meminta keterangan dari pihak sekolah untuk memastikan duduk perkara dan dampak yang ditimbulkan. Namun karena pelaku telah berstatus mahasiswa, kasus tersebut tidak lagi menjadi ranah internal sekolah.
“Ini kan sudah di luar sekolah, karena pelakunya sudah lulus. Kalau pihak yang dirugikan tidak terima, bisa saja melapor dengan UU ITE,” katanya.