BerandaKrisis Kesetiaan Amerika kepada...

Krisis Kesetiaan Amerika kepada Dunia

Bendera Amerika Serikat. Foto: NASA
Bendera Amerika Serikat. Foto: NASA

Presiden Prabowo Subianto memimpin Indonesia di tengah dunia yang semakin “tidak baik-baik saja”. Hubungan dunia senantiasa didominasi Amerika Serikat (AS) dan China. Hari ini relasi keduanya makin memanas, dan rencana pertemuan Donald Trump dan Xi Jinping di Seoul, terancam batal. Pemicunya, China memperketat ekspor logam tanah jarang (LTJ) ke AS.

Trump membalas dengan penetapan tarif baru 100% ke China, di atas tarif apapun yang saat ini mereka bayar, dan berlaku mulai 1 November 2025. Sangat mungkin, Amerika melakukan hal yang sama ke setiap negara yang tidak loyal dengan AS, tidak terkecuali Indonesia, di masa dekat ini.

Kebijakan tarif unilateral yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump sejak 2017 menandai titik balik dalam sejarah kebijakan ekonomi Amerika Serikat. Dengan dalih melindungi kepentingan nasional, Trump memberlakukan tarif impor terhadap sejumlah mitra dagang utama, termasuk Tiongkok, Uni Eropa, Kanada, dan Meksiko. Tindakan tersebut tidak hanya menimbulkan ketegangan perdagangan global, tetapi juga menantang legitimasi tatanan ekonomi liberal internasional yang selama ini dipelopori Amerika sendiri.

Kebijakan tarif Trump dapat disimak dari tiga dimensi: normatif, institusional, dan geopolitik, dengan menyoroti dampaknya terhadap World Trade Organization (WTO) serta masa depan multilateralisme ekonomi global. Kita akan menemukan bahwa langkah unilateral Amerika Serikat merupakan bentuk betrayal of liberal order yang mengancam keberlanjutan sistem perdagangan bebas dan membuka ruang bagi kekuatan lain, terutama Tiongkok, untuk mengisi kekosongan kepemimpinan global.

Menuju Dunia Terbuka

Pasca-Perang Dunia II, tatanan ekonomi internasional dibangun di atas fondasi liberalisme perdagangan yang dimotori oleh Amerika Serikat. Melalui General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada 1947 dan kelanjutannya dalam bentuk World Trade Organization (WTO) sejak 1995, AS berperan sebagai promotor utama prinsip perdagangan bebas, nondiskriminatif, dan berbasis aturan (rule-based order).

Namun, ketika Donald Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat pada 2017, arah kebijakan ekonomi luar negeri negara tersebut berubah drastis. Slogan “America First” menjadi pembenaran bagi serangkaian kebijakan proteksionis, termasuk pemberlakuan tarif impor sepihak atas dasar keamanan nasional (Section 232 of the Trade Expansion Act of 1962) dan tuduhan praktik dagang tidak adil terhadap mitra-mitra dagang utama (Bown & Irwin, The Trump trade war: A blow to global liberalization, 2019).

Kebijakan tersebut menandai pergeseran dari multilateralisme ke unilateralisme, dan dari liberalisme global ke nasionalisme ekonomi. Dalam konteks inilah, kebijakan tarif Trump perlu dibaca bukan sekadar sebagai kebijakan ekonomi, tetapi sebagai fenomena politik internasional yang mencerminkan krisis kesetiaan hegemon terhadap sistem yang ia ciptakan sendiri.

Runtuhnya Teori Globalisasi

Ilustrasi Wall Street. Foto: Shutterstock
Ilustrasi Wall Street. Foto: Shutterstock

Dalam teori hubungan internasional, liberalisme ekonomi berasumsi bahwa keterbukaan perdagangan antarnegara menciptakan kemakmuran bersama dan mengurangi potensi konflik (Keohane, After hegemony: Cooperation and discord in the world political economy, 2020). Sistem ini bertumpu pada prinsip comparative advantage yang diperkenalkan David Ricardo pada tahun 1817, serta kepercayaan terhadap institusi global seperti WTO untuk menjaga keadilan dan stabilitas pasar internasional.

Menurut Ikenberry dalam Liberal Leviathan (2011), tatanan liberal pasca-1945 bukan hanya sistem ekonomi, tetapi juga proyek politik Amerika untuk membangun dunia yang terintegrasi melalui perdagangan bebas, investasi lintas batas, dan tata aturan yang mengikat semua negara, termasuk dirinya sendiri.

Dani Rodrik dalam The Globalization Paradox (2011) menjelaskan adanya globalization trilemma—bahwa demokrasi, kedaulatan nasional, dan globalisasi ekonomi tidak dapat dicapai secara bersamaan. Ketika liberalisasi ekonomi global semakin dalam, tekanan terhadap legitimasi domestik meningkat, terutama di negara demokrasi maju. Fenomena ini menjadi latar belakang munculnya populisme ekonomi di Amerika, yang kemudian diekspresikan oleh Trump dalam bentuk kebijakan proteksionis.

Keohane menegaskan bahwa sistem ekonomi internasional yang stabil memerlukan hegemon yang tidak hanya kuat secara ekonomi, tetapi juga bersedia menanggung biaya kolektif untuk menjaga keteraturan sistem. Namun, ketika hegemon menolak peran tersebut, sistem global akan mengalami ketidakstabilan. Kasus Amerika di bawah Trump menunjukkan fenomena keengganan hegemon (hegemonic withdrawal) dari tanggung jawab global.

Pengkhianatan terhadap Perdagangan Bebas

Kebijakan tarif Trump terhadap baja dan aluminium (2018), serta terhadap produk-produk Tiongkok senilai lebih dari USD 360 miliar (2019), dilakukan secara sepihak tanpa konsultasi multilateral. Argumen “keamanan nasional” digunakan secara longgar untuk membenarkan proteksi ekonomi domestik.

Langkah tersebut secara substantif bertentangan dengan most-favored nation principle dan national treatment dalam perjanjian WTO. Di sini tampak adanya paradoks moral: negara yang membangun rezim perdagangan bebas justru menjadi pelanggarnya. Menurut Stiglitz (2018), hal ini merupakan bentuk “economic hypocrisy” yang merusak kredibilitas kepemimpinan global Amerika Serikat.

Selain kebijakan tarif, Trump juga melumpuhkan Appellate Body WTO dengan memblokir pengangkatan hakim baru sejak Desember 2019. Akibatnya, sistem penyelesaian sengketa yang menjadi tulang punggung WTO tidak lagi berfungsi.

Tindakan ini tidak hanya menghambat penyelesaian sengketa perdagangan, tetapi juga mengguncang legitimasi hukum internasional ekonomi. Banyak negara kehilangan kepercayaan terhadap efektivitas WTO dan beralih ke mekanisme bilateral atau regional seperti Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-

Pergeseran Kepemimpinan Global

Kebijakan proteksionis Amerika menciptakan kekosongan kepemimpinan global dalam urusan perdagangan. Dalam kekosongan itu, Tiongkok tampil sebagai alternatif dengan mempromosikan inisiatif Belt and Road dan menjadi motor penggerak Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) adalah perjanjian perdagangan bebas yang melibatkan sepuluh negara anggota ASEAN, yaitu Indonesia, Kamboja, Brunei Darussalam, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam, serta lima negara mitra.

Trump justru mempercepat pergeseran hegemoni ekonomi global dari Barat ke Timur. Dunia menyaksikan paradoks baru: negara komunis seperti Tiongkok tampil sebagai pembela globalisasi, sementara Amerika Serikat justru menjadi simbol proteksionisme baru.

Bagi negara berkembang, kebijakan tarif sepihak Amerika Serikat mengandung dua risiko besar: pertama, melemahnya posisi tawar global, karena mekanisme hukum WTO tidak lagi efektif; kedua, ketergantungan baru terhadap kekuatan ekonomi lain seperti Tiongkok. Dengan kata lain, dunia berkembang kembali menjadi “object of power competition” alih-alih menjadi subjek dalam tata perdagangan global.

Fenomena ini menunjukkan bahwa liberalisme ekonomi global tidak lagi bersifat universal, melainkan tergantung pada kalkulasi politik domestik negara hegemon.

Pelajaran

Presiden AS Donald Trump. Foto: Evelyn Hockstein/REUTERS
Presiden AS Donald Trump. Foto: Evelyn Hockstein/REUTERS

Kebijakan tarif Trump merepresentasikan krisis kesetiaan Amerika Serikat terhadap tatanan perdagangan dunia yang selama tujuh dekade menjadi simbol kepemimpinannya. Dalam tiga dimensi yang telah dibahas—normatif, institusional, dan geopolitik—tindakan Amerika terbukti menggerus legitimasi liberalisme global, melemahkan WTO, dan mempercepat pergeseran kekuasaan ekonomi dunia.

Pelalajarannya, pertama, Amerika menjadikan dirinya menjadi The Global Leviathan, sebagai hegemon global. Nampaknya, Amerika membuktikan kebenaran teori Darwinisme-sosial, survival for the fittest, bahwa globalisasi ternyata memenangkan mereka yang siap. Dan, ternyata Amerika tidak siap. Satu-satunya cara adalah “membungkam” teori tersebut dengan menjadikannya siap, dan kesiapan dalam kerangka ketidaksiapan hanya satu: menjadi hegemon baru dengan cara-cara hegemoni baru yaitu melanggar semua kesepakatan yang pernah dibuat dan dipromosikannya sendiri. Di sini kita perlu memahami, bahwa Trump bukanlah seorang politisi, ia lebih sebagai seorang pengusaha, bahkan pedagang. Prisipnya seorang pedagang, baik yang baik atau sebaliknya, adalah mendapatkan untung sebanyak-banyaknya sesegera mungkin, kalau perlu sekarang, apa pun caranya.

Pelajaran ke dua, ternyata, tatkala hegemon bertindak unilateral, sistem global justru kehilangan jangkar moral dan institusionalnya. Masa depan tatanan perdagangan dunia menuntut redesain multilateralisme baru yang tidak bergantung pada satu kekuatan besar, melainkan berbasis pada kesetaraan, keadilan, dan kepatuhan terhadap aturan bersama. Dan itulah ketidakpastian baru dan sangat mendera bagi pemimpian (baca: Presiden) Indonesia, saat ini dan ke depan.

Pelajaran ke tiga, Indonesia dapat meniru Amerika, pada kondisi tertentu tidak apa jika harus “keluar” dari kesepakatan-kesepakatan bilateral dan multilateral yang benar-benar merugikan kepentingan negara, bangsa, dan rakyat Indonesia. Karena kebijakan publik, pada kondisi tertentu adalah pragmatis, dengan mendasarkan diri kepada sentimen kebangsaan kita. Istilah “cantik”nya adalah, hari ini, pada konteks perdagangan dan ekonomo global, kebijakan kita perlu untuk riding the wave, kalau perlu, seperti nasihat George Soros, staying ahead the curve.

- A word from our sponsors -

spot_img

Most Popular

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

More from Author

Istana Kaji Skema Pelunasan Utang Whoosh, Perluas Jalur sampai Surabaya

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, mengatakan pemerintah tengah mengkaji skema...

OJK Tak Mau Industri Gadai Jadi Tempat Cuci Uang hingga Penadah Barang Ilegal

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mendorong industri gadai yang marak di...

P1Harmony Siap Gelar Tur Eropa pada Januari 2026

Boy band asal Korea Selatan, P1Harmony, siap memulai tur Eropa mereka...

PSSI Segera Gelar Rapat Evaluasi Ronde 4, Termasuk Nasib Patrick Kluivert

Manajer Timnas Indonesia, Sumardji, meminta agar PSSI segera menggelar rapat Komite...

- A word from our sponsors -

spot_img

Read Now

Istana Kaji Skema Pelunasan Utang Whoosh, Perluas Jalur sampai Surabaya

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, mengatakan pemerintah tengah mengkaji skema pelunasan utang kereta cepat Jakarta-Bandung alias Whoosh, yang jalurnya akan diperpanjang hingga Surabaya. Hal ini seiring dengan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang tidak mau pelunasan utang Whoosh menggunakan anggaran negara alias APBN. Prasetyo menyebutkan, kemelut utang...

OJK Tak Mau Industri Gadai Jadi Tempat Cuci Uang hingga Penadah Barang Ilegal

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mendorong industri gadai yang marak di Indonesia lebih tertib dan memiliki izin. Sebab, banyak industri gadai yang tak berizin dan rawan dijadikan tempat cuci uang atau penadah barang ilegal. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan Perusahaan Modal Ventura, LKM dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya...

P1Harmony Siap Gelar Tur Eropa pada Januari 2026

Boy band asal Korea Selatan, P1Harmony, siap memulai tur Eropa mereka pada awal tahun depan. Kabar ini dibagikan langsung oleh agensi mereka, FNC Entertainment. Dalam pengumumannya, FNC Entertainment menyampaikan bahwa konser bertajuk '2026 P1Harmony Live Tour in Europe' akan dimulai pada Januari 2026. Keeho, Theo, Jiung,...

PSSI Segera Gelar Rapat Evaluasi Ronde 4, Termasuk Nasib Patrick Kluivert

Manajer Timnas Indonesia, Sumardji, meminta agar PSSI segera menggelar rapat Komite Eksekutif (Exco) untuk melakukan evaluasi menyeluruh usai hasil kurang memuaskan yang diraih skuad ‘Garuda’ di Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026. Ia menegaskan akan segera menyusun dan menyerahkan laporan resmi kepada Ketua Umum PSSI, Wakil Ketua...

Sumardji: PSSI Segera Gelar Rapat Bahas Nasib Patrick Kluivert

Manajer Timnas Indonesia, Sumardji, meminta agar PSSI segera menggelar rapat Komite Eksekutif (Exco) untuk melakukan evaluasi menyeluruh usai hasil kurang memuaskan yang diraih skuad ‘Garuda’ di Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026. Ia menegaskan akan segera menyusun dan menyerahkan laporan resmi kepada Ketua Umum PSSI, Wakil Ketua...

1.966 Napi Palestina yang Ditahan Israel Naik ke Bus, Segera Dibawa ke Gaza

Sebanyak 1.966 napi Palestina yang ditahan di Israel dilaporkan telah naik ke bus dan akan segera dibawa ke Gaza, demikian dilaporkan Reuters, Senin (13/10). 250 di antara napi yang dibebaskan merupakan tahanan politik Palestina yang dihukum seumur hidup di Israel. Sumber yang mengetahui proses pembebasan tahanan mengatakan,...

Pramono Dukung Bulky Waste, Minta PPSU Tertibkan Spanduk dan Billboard Lama

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, mendukung program pengangkutan sampah besar (bulky waste) gratis yang digagas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta. Ia menilai inisiatif tersebut sejalan dengan upaya menjaga kebersihan fasilitas publik di Jakarta. “Jadi ini memang kita dorong (pengangkutan sampah besar). Saya termasuk sebentar lagi akan meminta...

1.000 Petugas Damkar DKI Mulai Jalani Pra Diklat, Pendidikan Dimulai Awal 2026

Sebanyak 1.000 petugas pemadam kebakaran (Damkar) DKI Jakarta mulai menjalani masa pelatihan dasar atau pra diklat sejak 1 Oktober 2025. Kegiatan ini merupakan tahap awal sebelum mereka mengikuti pendidikan sebagai petugas Damkar. Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta, Bayu Meghantara, mengatakan seluruh peserta yang lolos...

Tiba di Kairo, Prabowo Hadiri KTT Perdamaian Gaza

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto Tiba di Bandar Udara Internasional Sharm El-Sheikh, Republik Arab Mesir untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perdamaian Sharm El-Sheikh pada Senin (13/10). Pesawat Garuda Indonesia-1 yang membawa Kepala Negara beserta rombongan terbatas tiba sekitar pukul 07.00 waktu setempat. Tampak menyambut ketibaan Kepala Negara...

Komdigi Rilis IGRS, Game di Indonesia Wajib Klasifikasi Usia

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) meluncurkan sistem rating video game (gim) nasional yang diberi nama Indonesia Game Rating System (IGRS). Inisiatif ini bertujuan memberikan panduan yang jelas bagi orang tua mengenai konten game, sekaligus melindungi anak-anak dari materi yang berpotensi tidak sesuai dengan usia mereka. Sistem tersebut mengklasifikasikan...

RI Setop Sementara Impor Limbah Baja Imbas Pencemaran Radioaktif di Serang

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Perdagangan menghentikan sementara impor skrap atau sisa hasil produksi alias limbah baja dan besi.

Hamas Serahkan Tujuh Sandera ke Israel

Hamas menyerahkan sebanyak tujuh sandera kepada Israel pada Senin (13/10) pagi. Hari ini, rencananya Hamas akan mengembalikan 20 sisa sandera. Sumber Hamas mengatakan, sandera diserahkan kepada Komite Internasional Palang Merah di Gaza, demikian dikutip dari Reuters. Tidak diungkap siapa saja siapa tujuh dari 20 sandera yang sudah diserahkan Hamas...