
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochamad Afifuddin membantah bahwa aturan terbaru KPU untuk merahasiakan data calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) merupakan imbas kasus ijazah palsu yang melibatkan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka.
“Tidak ada, tidak ada, ini berlaku untuk umum semua pengaturan data siapa pun, karena siapa pun nanti juga bisa dimintakan datanya ke kami. Nah kami kan mengatur dokumen data yang di kami, sementara itu kan ada hal yang harus atas persetujuan dan juga karena keputusan pengadilan,” kata Afifuddin saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (15/9).

Ia membantah aturan ini dibentuk hanya untuk melindungi pihak tertentu. Ia mengatakan bahwa aturan KPU terbaru ini dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Jadi pada intinya kami hanya menyesuaikan pada dokumen-dokumen tertentu yang ada ‘aturan untuk dijaga kerahasiaannya,’ misalnya berkaitan dengan rekam medis, kemudian dokumen sekolah atau ijazah dan selanjutnya itu ya yang bersangkutan, yang harus diminta, kemudian atau atas keputusan pengadilan,” katanya.
“Nah berkaitan dengan data itu ada data-data yang harus atas persetujuan yang bersangkutan dan juga keputusan pengadilan, dan itu sudah diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik,” tuturnya.