
Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Aliansi Mahasiswa Nusantara (Aman) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/10).
Rapat ini digelar di tengah masa reses DPR, yakni masa ketika para anggota dewan turun ke daerah pemilihan (dapil) untuk menyerap aspirasi masyarakat.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, memimpin langsung jalannya rapat tersebut.
“Agendanya adalah menerima masukan terkait aspirasinya dan kemudian terkait KUHAP,” kata Habiburokhman.

RUU KUHAP Belum Akomodasi Kekhususan Hukum Qanun di Aceh
Dalam kesempatan itu, perwakilan Aman, Muhammad Falih, menyampaikan sejumlah masukan terkait Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang tengah dibahas oleh Komisi III. Salah satu poin utama yang ia soroti adalah belum terakomodirnya kekhususan hukum di Provinsi Aceh.
Menurut Falih, dalam KUHAP yang berlaku saat ini masih terjadi tumpang tindih antara hukum nasional dengan hukum adat Aceh.
“Ada 18 tindak pidana ringan yang sudah diselesaikan di tingkat adat, tidak boleh lagi untuk dilakukan secara penegakkan hukum oleh aparat. Intinya tidak boleh membuat laporan lagi apabila sudah ada berita acara perdamaian,” ujarnya.
Falih menambahkan, di Aceh sering terjadi kasus yang sudah diputuskan oleh lembaga adat, namun tetap dilaporkan kembali kepada aparat penegak hukum. Karena itu, ia berharap kekhususan tersebut dapat diatur secara jelas dalam revisi KUHAP.
“Tolong dalam RUU KUHAP untuk mengakomodir kekhususan Aceh ini diakomodir bagaimana penyelesaian secara spesifik di dalam RUU KUHAP itu,” jelasnya.

Selain itu, Falih juga menyoroti posisi Qanun Aceh, yakni peraturan daerah yang bersifat khusus dan memiliki kedudukan hampir setara dengan KUHP. Ia menilai, kepastian hukum antara KUHP dan Qanun Jinayah perlu ditegaskan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam penegakan hukum.
“Memakai yang pertama KUHP dan kedua menggunakan juga Qanun Jinayah, sehingga kami berbicara dalam kepastian hukum,” tuturnya.
Ia menegaskan, jangan sampai ada perbedaan perlakuan hukum dalam kasus yang sama di Aceh.
“Kacamata hukum mana yang harus diambil, jangan nanti di kasus A digunakan Qanun Jinayah, kemudian di kasus yang sama yang juga diatur pasal yang sama digunakan pasal-pasal di KUHP,” tutupnya.

Sebelumnya Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, KUHAP akan disahkan pada masa sidang mendatang. Menurutnya, DPR masih terus menyaring masukan publik karena mendapat atensi besar.
“Untuk KUHAP sendiri sampai dengan sekarang dan pada saat masa reses nanti kita tetap menerima partisipasi publik yang memang KUHAP ini luar biasa perhatian, atensi dari masyarakat sehingga belum disahkannya itu karena masih tetap kita menerima partisipasi atau masukan-masukan dari publik,” ucap Dasco di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta pada Rabu (1/10).
Dasco bilang, meski nanti reses, Komisi III akan tetap menggelar rapat membahas RUU KUHAP. Ditargetkan UU ini disahkan pada masa sidang mendatang.