
Tsabitah Nukhby Fauqillah merupakan salah satu relawan kemanusiaan yang berada di Yordania. Perempuan berusia 21 tahun itu merupakan relawan Tim Peduli, sebuah komunitas relawan kemanusiaan yang berfokus pada pengungsi Palestina dan Suriah.
Saat rombongan Dompet Dhuafa mengirim bantuan untuk warga Palestina di Yordania pada 9-12 September 2025, Tim Peduli terlibat banyak hal. Mulai dari pengemasan barang bantuan, mendistribusikan ke masyarakat, hingga membantu menyambung komunikasi bahasa Arab bagi kami yang ingin berinteraksi dengan warga Palestina.
“Saat ini saya sedang melakukan kegiatan volunteer atau relawan kemanusiaan. Alhamdulilah kita sekarang ada di Kamp Sukhnah. Di sini kita sedang membagikan bantuan kemanusiaan berupa makanan, sembako, dan juga bantuan medis,” kata Tsabitah kepada kumparan di lokasi, Rabu (10/9).

Pada tahun ini, kata Tsabitah, ada 11 relawan perempuan yang ada di Tim Peduli. Semuanya, kata Tsabitah, merupakan mahasiswi yang tengah menempuh kuliah di Yordania. Tsabitah sendiri sedang menempuh tahun ketiga studi Syariah di Fakultas Ushuluddin University of Jordan.
Selama menjadi relawan perempuan, kata Tsabitah, tantangannya memang kesulitan membawa barang-barang yang berat. Namun, kata dia, masih ada jobdesk lain seperti urusan media maupun penerjemahan yang masih bisa dilakukan.
“Semoga kita bisa ikut terus membantu, ikut andil di sini, semoga teman-teman kita di Gaza bisa segera mendapatkan kemerdekaannya,” kata dia.

Tsabitah lalu bercerita pengalamannya merantau ke Yordania. Mulanya, Tsabitah merupakan santriwati dari Pondok Pesantren Daarul Ukhuwwah Malang. Dia lalu diarahkan untuk kuliah di Yordania, serta mendapat beasiswa 100 persen hingga lulus. Tsabitah sebetulnya merupakan perantau yang berasal dari Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Selain kuliah dan menjadi relawan, Tsabitah rupanya punya misi khusus selama di Yordania. Dia bilang, dirinya merupakan seorang hafidzah yang ingin belajar ke seorang syaikhoh (guru perempuan). Bila sudah menyetorkan hafalan dan dianggap benar, dia bakal dapat ijazah sanad. Sanad itu berisi daftar guru-guru sang syaikhoh, siapa gurunya lagi, sampai ke Nabi Muhammad.
“Saya sebelumnya di pondok sudah Alhamdulillah menyelesaikan hafalan Qur’an 30 juz. Jadi ketika ke sini, saya ingin melanjutkan mengambil sanad. Sanad Qur’annya langsung ke syaikhoh, yang sudah bersanad langsung ke Rasulullah,” kata Tsabitah.

Bila nanti sudah mendapat sanad, lalu juga sudah menyelesaikan studi syariah, dia ingin kembali ke ponpesnya dulu untuk mengajar. Sebab, dirinya suka dengan dunia pendidikan. Bila semua itu sudah tercapai, kata dia, dirinya ingin mendirikan pesantren di Kalimantan.
“Rencananya Insyaallah ingin bisa membangun pesantren juga di Kalimantan, di Kaltim,” pungkasnya