
Suasana kampus Unpad Jatinangor sore itu masih ramai. Beberapa mahasiswa dan mahasiswi terlihat baru saja keluar kelas, sebagian lainnya berkumpul sambil mengobrol dengan temannya.
Di antara keramaian itu, sesosok anak kecil berjilbab putih berjalan tanpa alas kaki. Saat ditanya, ia menunjukkan sandal sebelah kanannya yang terputus sehingga bocah itu memutuskan berjalan kaki tanpa alas.
Ia menjinjing kotak plastik berisikan gorengan untuk dijual.
“Namanya Salsabila, dipanggil Bila atau Salsa,” kata bocah itu saat diajak berbincang dengan kumparan.
Usianya 11 tahun, Bila mulai berjualan di Kampus Unpad Jatinangor setiap sepulang sekolah pukul 12.30 WIB. Ia mengaku berjualan untuk membantu orang tuanya.
“Mau membantu orang tua,” kata Bila.
Bila bercerita, ayahnya merupakan seorang juru parkir, saat pagi jualan bubur. Ibu Bila memasak bubur itu pada malam hari untuk dijual oleh sang Ayah.
Gorengan yang dijualnya juga merupakan buatan sang Ibu, beberapa dibuat oleh bibinya.
“Yang masaknya orang tua, kalau enggak uwa (bibi),” ucap Bila.
Dalam sehari, ia mendapat upah Rp 15.000 hingga Rp 50.000.
“Kalau dapat banyak dikasih 50 ribu Kalau sedikit 15 ribu kayak gitu,” ujar Bila.

Pernah Diejek Teman
Bila bercerita, beberapa temannya mendukung dan ingin ikut berjualan dengannya. Namun, ia juga pernah mendapat ejekan dari teman lainnya.
“Pernah diejek sama teman aku sekolah karena itu, ‘ih cenah kamu jualan, era teu jualan, sigana era (ih kamu jualan, malu gak jualan? Kayaknya malu) bekal sekolahnya sendiri yah, aku mah enggak, ada banyak bekal sekolahnya kamu pasti sedikit’,” ujar Bila menirukan ucapan teman yang mengejeknya.
Tak gentar, Bila pun menjawab ejekan tersebut. Ia menyatakan senang berjualan dan mampu menghasilkan uang sendiri.
“Dibalas ‘bae weh, sidik aku mah loba, sok aya nu mere, uang loba, abi ge ayeuna bekelna loba (biarin aja, emang aku banyak, suka banyak yang ngasih, uang banyak, sekarang juga bekalnya banyak’),” jawab Bila.

Dimarahi Satpam
Bila bercerita, suatu waktu saat dirinya menawarkan dagangan di suatu fakultas, ia mendapat teguran dari penjaga keamanan.
“Dipelototin ‘jangan jualan di sini sana jangan’ kan aku tuh kayak masuk ke ruangan, bukan masuk sih lihat aja kayak gini ‘bu mau beli nggak dagangan aku ini martabak telor, gorengan’,” tutur Bila menirukan teguran satpam.
“Udah kayak gitu teh kata bapaknya ‘eh ga boleh masuk ke situ, kamu ngapain masuk ke situ’ mau nawarin ‘ga boleh nawarin itu ke situ’ emang kenapa pak? ‘Ga boleh kenapa kenapa udah udah sana sana’ sembari dipelototin. Habis itu aku pulang jualan lagi,” kata dia melanjutkan.
Kerap Juara Kelas, Cita-cita Ingin Jadi Dokter
Bila mengatakan cita-citanya adalah ingin menjadi dokter. Menurutnya, dengan menjadi dokter dapat membantu orang sakit.
“Cita-citanya jadi dokter biar bisa membantu orang sakit,” ucap Bila sambil tersenyum.
Bila mengaku pernah mendapat peringkat ke-2 saat dirinya di kelas 3. Sementara saat kelas 2, ia mendapat peringkat kelas ke-3.
“Waktu kelas 3 aku rankingnya 2, waktu kelas 2 aku rankingnya 3 soalnya ada yang lebih jago daripada aku,” ujar Bila.
Tak hanya itu, ia juga pernah menjadi juara saat lomba karnaval. Bila menyebut dirinya menggunakan kostum kebaya sambil membawa payung yang dikreasikan.
Ia mendapat piala pada kejuaraan itu, namun piala yang didapatnya terpaksa disimpan untuk koleksi pihak sekolah.
“Aku waktu itu juara karnaval. Aku juara karnaval dapat piala, tapi pialanya disimpan di sekolah kata guru. Sedih, tapi dapat sertifikat,” kata Bila.
Bila juga menyebut ingin melanjutkan sekolah sampai kuliah di Jatinangor. Ia mengaku ingin melanjutkan kuliah dan menjadi dokter bedah.
“Kuliah di sini (Unpad), pengen jadi dokter bedah,” kata Bila.
Matahari kian tenggelam, sudah saatnya bagi Bila untuk pulang dan menyetorkan hasil dagangannya. Ia pun berjalan tanpa alas kaki menenteng kontainer yang berisi 8 kue odading sisa jualannya.