
Generasi sandwich jadi fenomena yang makin marak belakangan ini. Seseorang tergolong generasi sandwich jika menanggung biaya hidup orang tua, diri sendiri, serta anaknya.
Dikutip Investopedia, mereka terjepit antara kewajiban merawat orang tua dan anak yang sama-sama nggak punya penghasilan. Ibaratnya, kayak daging dalam sandwich yang terjepit roti di bagian atas dan bawah.
Sebenarnya, generasi sandwich nggak terbatas pada orang yang udah punya anak aja. Kini, banyak anak muda single yang juga masuk kategori “sandwich”. Soalnya mereka mendukung finansial orang tua yang udah nggak kerja, sambil membiayai kehidupan adik-adiknya.
Sejumlah member teman kumparan pun ada yang jadi sandwich generation. Kira-kira, apa yang mereka rasakan ya? Yuk, dengar cerita mereka di bawah ini.
Pengalaman teman kumparan Menjadi Generasi Sandwich

Member teman kumparan Dimas (31) mengaku bahwa menjadi generasi sandwich memang berat. Tapi ia berusaha untuk melihat sisi positifnya.
Menurutnya, menjadi generasi sandwich adalah tanda kasih sayang yang besar untuk keluarga. Tanpa rasa sayang itu, mana mungkin seseorang rela mengambil tanggung jawab menghidupi keluarga.
Selama menjadi ‘sandwich’, Dimas mengaku belajar banyak hal, terutama sabar dan adaptif dalam berbagai kondisi. Sebab, kadang hidup berjalan nggak sesuai rencana dan harapan, jadi butuh banyak penyesuaian.
“Dari situ gue belajar buat gak gampang nyerah dan cari cara biar tetap bisa jalan,” ungkap Dimas.
Namun, pria itu tetap berharap bisa memiliki hidup yang lebih seimbang di masa depan. Hidup di mana ia masih bisa membantu keluarga, tapi nggak mengorbankan diri sendiri.
teman kumparan Ramadan (29) juga mengaku bahwa hidup sebagai generasi sandwich itu nggak mudah. Tapi positifnya, ia jadi lebih tangguh dalam menjalani kehidupan, karena udah belajar tanggung jawab besar sejak muda.
Ramadan juga belajar lebih bijak mengatur keuangan dan waktu. “Dulu suka boros, sekarang mikir dua kali sebelum beli sesuatu. Jadi lebih sadar kalau tiap keputusan kecil bisa berpengaruh ke masa depan juga,” ucapnya.

Dengan mengatur keuangan secara bijak, Ramadan berharap bisa stabil secara finansial dalam waktu dekat. Dengan begitu, ia bisa membantu keluarga tanpa mengorbankan diri sendiri.
“Pengin lebih stabil secara finansial biar nanti bisa bantu keluarga tanpa harus ngorbanin diri sendiri. Intinya, pengin keluar dari sandwich tapi tetap bisa berbakti,” ucap Ramadan.
Kehidupan generasi sandwich juga dialami member teman kumparan Lala (24). Di usianya yang masih muda, ia sudah berjuang untuk menghidupi keluarga. Namun, ia tidak merasa terbebani, justru bersyukur masih bisa menghabiskan waktu dengan keluarga.
“Punya waktu bareng keluarga, bisa makan bareng, atau sekadar nonton film bareng di rumah. Hal-hal sederhana itu bikin hati ringan banget,” ujar Lala.
Meski begitu, perempuan itu mengaku nggak selalu kuat. Ada kalanya ia merasa lelah dan ingin istirahat sejenak dari rutinitas kerja yang padat.
Dulunya, Lala nggak akan mengizinkan dirinya berhenti jika perasaan ingin istirahat itu tiba. Tapi kini, ia mengaku ingin belajar bilang “cukup” ke diri sendiri.
“Mau belajar bilang cukup ke diri sendiri. Gak harus selalu kuat, tapi tetap mau berusaha. Dan sesederhana istirahat pun, itu bentuk cinta diri yang penting banget,” ucapnya.
Nikmati serunya sharing hal-hal seru dengan ribuan teman baru di komunitas teman kumparan. Klik kum.pr/temankumparan