
Dalam dua dekade terakhir, Korea Selatan telah berkembang menjadi kekuatan global yang menonjol bukan hanya di bidang ekonomi dan budaya, melainkan juga dalam pendidikan. Salah satu upaya strategisnya adalah melalui program Global Korea Scholarship (GKS), yang menawarkan beasiswa penuh kepada mahasiswa internasional untuk belajar di universitas-universitas terkemuka Korea. Lebih dari sekadar program akademik, GKS merupakan alat diplomasi publik dan bentuk bantuan luar negeri berbasis pembangunan sumber daya manusia.
Program GKS memiliki dua dimensi strategis penting. Pertama, Korea membangun citra positif dan memperluas pengaruh budaya di kalangan generasi muda dunia. Kedua, negara penerima seperti Indonesia memperoleh manfaat dalam bentuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Lulusan GKS biasanya memiliki pandangan yang lebih positif terhadap Korea, baik secara afektif maupun kognitif, menggambarkan bagaimana bantuan pendidikan mampu memberikan nilai ekonomi sekaligus membentuk persepsi yang menguntungkan bagi negara pemberi.

Pendekatan teori liberalisme dalam hubungan internasional—khususnya neoliberalisme institusional yang dikemukakan Robert Keohane—dapat menjelaskan peran GKS sebagai instrumen kerja sama internasional. Menurut Keohane, institusi-institusi internasional sangat penting dalam mengurangi ketidakpastian, menyediakan informasi, dan menurunkan biaya transaksi antarnegara. Sebagai institusi resmi, GKS memfasilitasi interaksi bilateral yang stabil dan saling menguntungkan di bidang pendidikan dengan menghilangkan hambatan seperti biaya, akses, dan informasi.
GKS juga mencerminkan konsep interdependensi kompleks yang dijelaskan Keohane dan Nye di mana hubungan antarnegara tidak lagi didominasi oleh kekuatan militer saja, tetapi juga melibatkan aspek ekonomi, sosial, dan pendidikan. Program ini menciptakan hubungan timbal balik yang menguntungkan: Korea mendapatkan reputasi positif dan pengaruh budaya, sedangkan negara penerima memperoleh peningkatan kapasitas manusia.

Selain itu, GKS sejalan dengan konsep soft power dari Joseph Nye, yang menekankan daya tarik budaya dan nilai sebagai cara efektif memengaruhi negara lain tanpa paksaan. Ribuan alumni GKS di seluruh dunia menjadi duta budaya Korea yang memperluas jaringan kerja sama global secara berkelanjutan.
Bantuan luar negeri melalui beasiswa seperti GKS memperlihatkan bagaimana teori neoliberalisme institusional diterapkan dalam praktik, mengurangi ketidakpastian, dan mendorong kolaborasi jangka panjang antara Korea Selatan dan negara penerima. Melalui pendidikan, Korea berhasil membangun hubungan yang saling menguntungkan berlandaskan kepercayaan dan kepentingan bersama.
Di era global yang semakin terhubung, GKS menjadi bukti konkret bahwa pendidikan adalah bentuk bantuan luar negeri yang sangat efektif, menghasilkan generasi muda yang kompeten, toleran, dan memahami keberagaman lintas budaya. Program ini tidak hanya memperkuat posisi Korea di kancah dunia, tetapi juga mewujudkan nilai-nilai liberal seperti kerja sama, interdependensi, dan perdamaian melalui jalur pendidikan internasional.