BerandaBudaya Tidak Menunggu Formulir:...

Budaya Tidak Menunggu Formulir: Mengelola Kebudayaan dengan Hati

Seorang apresiator mencermati lukisan "Chronology #13" karya Mahdi Abdullah; yang dipamerkan di Mada Gallery, Monash University pada September, 2016.
Seorang apresiator mencermati lukisan “Chronology #13” karya Mahdi Abdullah; yang dipamerkan di Mada Gallery, Monash University pada September, 2016.

Pernahkah Anda mengirim proposal kegiatan seni, menunggu berbulan-bulan, lalu nama Anda tiba-tiba lenyap dari daftar penerima tanpa alasan? Bagi banyak pelaku budaya, ini bukan sekadar pengalaman administratif. Ini luka kecil yang terus diulang: ketika sistem hadir bukan untuk mempermudah, tetapi untuk menjarakkan.

Berdirinya Kementerian Kebudayaan sebagai entitas mandiri memberi harapan baru. Untuk pertama kalinya, kebudayaan ditempatkan sebagai inti peradaban, bukan pelengkap ekonomi kreatif atau pariwisata. Melalui Dana Indonesiana—kerja sama antara Kementerian Kebudayaan dan LPDP—negara mencoba menciptakan sistem pembiayaan jangka panjang yang menopang kehidupan budaya, dari riset hingga revitalisasi tradisi, dari festival kecil hingga penguatan komunitas di pelosok.

Konsepnya menjanjikan: dana abadi yang diinvestasikan, sementara hasil investasinya digunakan untuk mendanai kegiatan budaya. Dengan skema ini, ekosistem seni dan tradisi diharapkan lebih mandiri, tidak lagi bergantung pada fluktuasi anggaran tahunan.

Namun praktik di lapangan menunjukkan celah yang perlu diperbaiki. Banyak pelaku budaya mengeluhkan komunikasi yang kaku, perubahan kebijakan yang mendadak, dan sistem digital yang rumit. Di sejumlah wilayah, jaringan internet yang lemah membuat pengajuan proposal menjadi tantangan tersendiri. Dalam beberapa kasus, akses peserta bahkan tertutup tanpa pemberitahuan resmi. Bagi birokrasi, ini mungkin perkara kecil. Tapi bagi seniman, akademisi, dan komunitas, rasa tidak dipercaya jauh lebih melukai dibandingkan kekurangan dana.

Menurut data resmi LPDP (April 2025), Dana Indonesiana telah melibatkan sekitar 27.650 pelaku budaya, lebih dari 10.700 komunitas, dan 17.000 tenaga teknis dalam lebih dari 800 program publik di seluruh Indonesia. Angka itu patut diapresiasi, namun di balik capaian statistik itu tersisa pertanyaan mendasar: apakah para pelaku budaya merasa didengar, dihargai, dan dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan?

Laporan dari Koalisi Seni menunjukkan bahwa Pokok Pikiran Pemajuan Kebudayaan (PPKD) di banyak kabupaten/kota belum selesai disusun atau belum terhubung dengan kebijakan pusat. Aspirasi lokal sering berhenti di tingkat kabupaten, tanpa ruang dialog yang memadai di level nasional. Tiga peraturan turunan dari UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan juga masih dalam proses perumusan. Celah ini menyebabkan kebijakan sering berubah tanpa arah jangka panjang yang jelas.

Masalah terbesar bukan semata di sistem, tetapi di pendekatan. Negara kerap memperlakukan kebudayaan dengan logika administrasi industri: terukur, efisien, dan berbasis laporan. Padahal kebudayaan bekerja dengan ritme yang lebih lambat dan organik—dengan relasi, bukan algoritma; dengan empati, bukan sekadar prosedur. Ketika birokrasi mengutamakan formalisme, ia kehilangan sentuhan manusiawi yang menjadi inti kerja kebudayaan itu sendiri.

Untuk memperbaikinya, pengelolaan budaya perlu bergeser dari pola kontrol menuju pola kepercayaan. Akuntabilitas tetap penting, tapi harus berjalan beriringan dengan keterbukaan dan empati. Transparansi publik bisa diwujudkan lewat dashboard terbuka yang menampilkan penerima dana, progres, dan hasil evaluasi secara real time. Komunikasi kebijakan perlu disertai penjelasan publik dan masa transisi yang wajar, bukan keputusan mendadak. Negara perlu memfasilitasi forum konsultatif reguler antara pusat dan daerah untuk memastikan kebijakan benar-benar lahir dari kebutuhan lapangan.

Selain itu, pendampingan lokal berkelanjutan—bukan sekadar pelatihan daring—diperlukan agar komunitas kecil mampu beradaptasi dengan sistem baru tanpa kehilangan karakter mereka sendiri.

Mengelola kebudayaan adalah tentang mengelola kepercayaan. Laporan yang rapi tidak selalu menandakan kerja yang baik; kadang justru yang paling berharga adalah dialog kecil, kesabaran panjang, dan ruang aman bagi kreativitas tumbuh. Kebudayaan tidak menunggu formulir. Ia hidup karena manusia masih percaya bahwa nilai, cerita, dan identitas pantas diperjuangkan.

Negara tidak sedang memberi bantuan kepada pelaku budaya; negara sedang menunaikan tanggung jawab terhadap peradaban yang dibangun rakyatnya sendiri. Bila tata kelola budaya dijalankan dengan hati—bukan sekadar aturan—maka seni akan tumbuh bukan karena disubsidi, melainkan karena dipercaya. Di situlah makna kebudayaan menemukan rumahnya: bukan di laporan, tapi di manusia.

- A word from our sponsors -

spot_img

Most Popular

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

More from Author

Kejagung soal Pencopotan Hendri Antoro dari Kajari Jakbar: Sudah Sangat Berat

Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa pencopotan Hendri Antoro dari jabatannya sebagai...

Perwira Polda Sultra Diduga Rampas-Perkosa di Kendari Diperiksa Propam

Penyidik Polda Sultra memeriksa Kompol HS terkait dugaan perampasan dan kekerasan...

Bus Terbakar di Jalan Tol Wiyoto Wiyono

Sebuah bus terbakar di Tol Wiyoto Wiyono, tepatnya berada di sekitar...

Diduga Selundupkan Pasir Timah, 4 Warga Kepri Dibekuk Aparat Malaysia

Empat warga Tanjungpinang ditangkap APPM Malaysia karena menyeludup pasir timah. Pemprov...

- A word from our sponsors -

spot_img

Read Now

Kejagung soal Pencopotan Hendri Antoro dari Kajari Jakbar: Sudah Sangat Berat

Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa pencopotan Hendri Antoro dari jabatannya sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat merupakan hukuman yang sangat berat. "Yang bersangkutan sudah kena kode etik. Sudah dicopot dari jabatan. Sudah sangat berat," ujar Kapuspenkum Kejagung, Anang Supriatna, kepada wartawan, di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (14/10). "...

Perwira Polda Sultra Diduga Rampas-Perkosa di Kendari Diperiksa Propam

Penyidik Polda Sultra memeriksa Kompol HS terkait dugaan perampasan dan kekerasan seksual. Kasus ini viral di media sosial dan ditangani secara profesional.

Bus Terbakar di Jalan Tol Wiyoto Wiyono

Sebuah bus terbakar di Tol Wiyoto Wiyono, tepatnya berada di sekitar depan Mall Of Indonesia (MOI), Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (14/10) malam. Dari sejumlah foto yang didapatkan, nampak api berkobar dan melahap habis badan bus itu. Kejadian itu dilaporkan oleh seorang warga sekitar pukul 23.24 WIB....

Diduga Selundupkan Pasir Timah, 4 Warga Kepri Dibekuk Aparat Malaysia

Empat warga Tanjungpinang ditangkap APPM Malaysia karena menyeludup pasir timah. Pemprov Kepri berkoordinasi untuk bantuan hukum dan penelusuran lebih lanjut.

Bus Terbakar di Tol Jakut, Api Berkobar

Sebuah bus mengalami kebakaran di Tol Wiyoto Wiyono, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Sebanyak 3 unit mobil pemadam kebakaran dikerahkan ke lokasi.

Dapur SPPG Polda Bali Setop Sementara karena Belum Ada Anggaran

Kepala SPPG Polda Bali menjelaskan alasan pihaknya menghentikan sementara layanan dapur untuk menyuplai menu program MBG.

15 Tips Mengatasi Kulit Kering

Kulit kering adalah tanda bahwa kulit kekurangan kelembapan dan minyak alami. Jika dibiarkan, bisa menimbulkan rasa tidak nyaman, gatal, dan infeksi ringan.

Kereta Api Jadi Moda Strategis dalam Pengembangan Kawasan Industri Terpadu Batang

Moda transportasi kereta api (KA) dinilai memiliki peran strategis dalam mendukung pengembangan sebuah kawasan industri seperti Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB).

Gunung Lewotobi Laki-laki Erupsi Selasa Malam, Status Naik Level IV

Erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki terjadi pada Selasa malam pukul 23.37 WITA.

Alumni Lirboyo Melawan Narasi Sumbang tentang Dunia Pesantren

Selama 9 tahun saya menyantren di Lirboyo, saya menyaksikan Romo KH. Anwar Mansur adalah kiyai yang tiada hari tanpa mengaji kitab. Hampir seluruh waktunya untuk mengaji kitab.

Purbaya ‘Disentil’ Lagi oleh Ketua Komisi XI Misbakhun soal Gaya Komunikasi

Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun kembali menyentil Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait gaya komunikasi. 

Mengapa Sebelum Membaca Alquran Harus Membaca Taawuz dan Basmalah?

Sebelum membaca Alquran harus membaca taawuz dan basmalah. Pelajari alasan, manfaat, dan dalilnya dalam Islam.