Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengakui pasokan emas untuk PT Aneka Tambang (Antam) Tbk (ANTM) seret, apalagi dengan adanya insiden longsor yang terjadi pada tambang bawah tanah (underground) Grasberg Block Cave milik PT Freeport Indonesia (PTFI).
Antam sebelumnya sudah menandatangani perjanjian jual beli emas sebanyak 30 ton dari PTFI sejak akhir 2024 lalu. Saat ini PTFI telah memiliki smelter yang dapat mengolah 3 juta ton konsentrat untuk memproduksi 50-60 ton emas.
Selain itu, lanjut Bahlil, Indonesia juga memproduksi emas batangan dari smelter PT Amman Mineral Nusa Tenggara di NTB, dari 970 ribu konsentrat, bisa menghasilkan 18-20 ton emas.
“Tapi kan kita tahu sekarang di Freeport itu kemarin ada terjadi musibah di underground dan kita harus turut berduka cita atas meninggalnya 7 karyawan. Sekarang ini kita lagi melakukan evaluasi total,” kata Bahlil di kantor Kementerian ESDM, Selasa (14/10).
Bahlil menyebutkan, penutupan tambang Grasberg karena insiden longsor menyebabkan terhentinya pasokan konsentrat emas dari PTFI, terutama untuk kebutuhan Antam sehingga dipastikan mengalami kekurangan pasokan.
“Jadi produksi terhadap konsentrat di Freeport itu belum dilakukan secara maksimal. Maka dengan demikian pasti mengalami kekurangan pasokan,” jelasnya.
Ke depannya, Bahlil akan mengevaluasi kembali bersama Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) terkait keandalan pasokan emas di dalam negeri ini.
“Kita lagi membahas, meng-exercise dengan Dirjen Minerba, langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk kemudian bisa mengoptimalkan kebutuhan daripada Antam terhadap emas itu sendiri,” tutur Bahlil.
Sementara itu, Dirjen Minerba Tri Winarno mengatakan pemerintah akan membahas kembali jalan keluar dari dampak insiden longsor terhadap kelanjutan perjanjian jual beli emas antara Antam dan PTFI.
Saat ini, muncul usulan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) untuk komoditas emas. Dengan adanya alokasi khusus pasokan emas untuk dalam negeri, maka perusahaan tambang emas tidak bebas mengekspor.
Terkait hal ini, Tri mengaku masih mengkajinya. Meskipun aturan DMO emas diperlukan selama penghentian tambang Grasberg, namun perlu dikaji kembali dampaknya ketika tambang tersebut kembali beroperasi.
“Karena ada kejadian ini (longsor) kan, ya kita bahas lah (DMO), nanti kita evaluasi bagaimana baiknya. Cuma kalau misalnya nanti ada DMO, seandainya ada DMO, nanti kalau misalnya sananya (Grasberg) beroperasi seperti apa, jangan sampai juga terus malah numpuk,” ujar Tri kepada wartawan, Senin (13/10).
Tri menyebutkan, smelter PTFI di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik kemungkinan setop produksi pada akhir Oktober 2025 ini, imbas insiden longsor tambang Grasberg.
“Belum penuh sih, tapi sudah produksi. Akhir Oktober itu akan kekurangan pasokan. Sebelum akhir Oktober mungkin ya beberapa waktu ke depan, hari lah. Tapi pasnya nanti saya pastikan,” ungkap Tri.
Sebelumnya, Antam saat ini melakukan impor emas sekitar 30 ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini karena permintaan emas terus meningkat, sementara produksi Antam tak cukup untuk memenuhi permintaan itu.
Direktur Utama Antam, Achmad Ardianto, menuturkan perseroan melakukan impor dari Singapura dan Australia. Padahal menurut dia, total potensi produksi emas di Indonesia mencapai 90 ton per tahun, yang mayoritas berasal dari tambang emas swasta.
Sayangnya, emas yang dihasilkan tambang swasta tersebut mayoritas dijual langsung ke perusahaan perhiasan atau diekspor. “Mungkin 30-an ton (impor emas Antam),” ujarnya dalam rapat bersama Komisi VI DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (29/9).
Selain impor, Achmad juga menjelaskan ada cara lain untuk memenuhi kebutuhan emas tersebut. Beberapa cara tersebut adalah buyback emas dari masyarakat dan pembelian dari sumber lokal yang dimurnikan di smelter emas Antam.
Selain itu, Achmad juga menuturkan bahwa saat ini Antam sudah memiliki kerja sama dengan PT Freeport Indonesia. Kontrak yang ada sekitar 25 sampai 30 ton emas per tahun. Namun dengan adanya beberapa kejadian yang dialami PTFI, hal tersebut belum optimal.
