
Pemerintah Kota Yogyakarta mencatat sekitar 150 hingga 160 lokasi masih masuk daftar tunggu pengadaan tanah. Dari jumlah tersebut, baru satu lokasi yang berhasil diselesaikan sepanjang tahun ini.
Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Kundha Niti Mandala Sarta Tata Sasana) Kota Yogyakarta, Wahyu Handoyo, menjelaskan bahwa sebagian besar usulan pengadaan tanah berasal dari masyarakat untuk pembangunan ruang terbuka hijau publik (RTHP) dan fasilitas umum seperti balai RW.
“Daftar panjang pengadaan tanah itu sekitar 150-an lokasi. Sebagian besar untuk RTHP dan fasilitas umum seperti balai RW,” ujar Wahyu dalam jumpa pers di ruang Kominfosan Balai Kota Yogyakarta, Selasa (14/10).
Tahun ini, Pemkot baru menyelesaikan satu lokasi pengadaan tanah untuk RTHP di kawasan Cokrodiningratan, Jetis. Lahan seluas sekitar 200 meter persegi itu dibeli senilai Rp1,2 miliar dan digunakan untuk menyelamatkan aset yang sudah berdiri di atasnya berupa fasilitas publik.
Wahyu menjelaskan, keterbatasan anggaran menjadi salah satu kendala utama dalam mempercepat program pengadaan tanah. Selain itu, pelaksanaannya juga bergantung pada ketersediaan lahan dan kondisi keuangan daerah.
“Kalau tanah itu kan seperti kata orang Jawa, pulung. Punya uang belum tentu ada tanahnya, atau ada tanahnya tapi tidak punya uang. Jadi momentumnya harus pas,” jelasnya.
Ia menambahkan, harga tanah di wilayah perkotaan yang tinggi turut menjadi hambatan karena berdampak langsung pada beban anggaran. “Kami beli berdasarkan nilai appraisal lembaga independen, tapi penawaran awal dari pemilik tanah sering kali tinggi,” ujarnya.
Untuk tahun depan, Pemkot Yogyakarta memprioritaskan pengadaan tanah untuk pembangunan balai RW di Suryodiningratan serta perluasan area parkir di belakang gedung DPRD Kota Yogyakarta. Wahyu menyebut, potensi lahan di area tersebut mencapai sekitar 3.000 meter persegi, dan pengadaannya kemungkinan dilakukan secara bertahap menyesuaikan kemampuan anggaran daerah.