
KPK telah menjerat PT Insight Investment Management (IIM) dalam kasus investasi fiktif di PT Taspen. Perusahaan pengelola investasi itu dinilai menjadi salah satu pihak yang turut diperkaya dalam perkara korupsi tersebut.
“Terhadap yang diperkaya dari si korporasi, semuanya itu sudah mengembalikan di tahap penyidikan. Kecuali satu, PT IIM,” kata Kasatgas JPU KPK, Greafik Loserte, kepada wartawan, Rabu (15/10).
Karena hal tersebut, lanjut dia, pihaknya kemudian melakukan penelaahan terkait keterlibatan PT IIM dalam konstruksi kasus tersebut. Diduga, investasi yang dilakukan PT Taspen dikelola salah satunya oleh IIM.
“Kita pandang dia terlibat. Kenapa? Karena Rp 44 miliar (yang didapat PT IIM) itu adalah merupakan management fee yang diperoleh dari hasil tindak pidana,” jelas Greafik.
“Oleh karenanya, kita dari sisi penuntut umum berkeyakinan bahwa PT IIM tentu dari sisi subjek hukum korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban pidana,” lanjut dia.

Dalam kasus ini, KPK sudah lebih dulu menjerat 2 tersangka perorangan. Mereka adalah eks Dirut Taspen, ANS Kosasih; dan Dirut PT IIM, Ekiawan Heri Primaryanto. Perbuatan mereka dinilai telah menyebabkan kerugian negara hingga Rp 1 triliun.
Pada saat dakwaan, jaksa menuturkan Kosasih diduga menempatkan investasi pada reksadana I-Next G2 untuk mengeluarkan sukuk ijarah TPS Food II (SIA-ISA 02) dari portofolio PT Taspen, tanpa didukung rekomendasi hasil analisis investasi.
Selain itu, Kosasih juga diduga merevisi dan menyetujui peraturan tentang kebijakan investasi. Aturan ini dibuat untuk mendukung langkah Kosasih yang akan melepas sukuk SIA-ISA 02 dan menginvestasikannya pada reksadana I-Next G2.
Pengelolaan investasi itu dilakukan Kosasih bersama dengan Ekiawan secara tidak profesional.
Atas perbuatannya, Kosasih divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Dia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 29,152 miliar, USD 127.057, SGD 283.002, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 30 poundsterling, 128 ribu yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, dan 1,26 juta won Korea, serta Rp 2,87 juta. Apabila tak dibayar, akan diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Sementara Ekiawan divonis pidana 9 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar USD 253.660 subsider 2 tahun kurungan.
Ekiawan menerima putusan tersebut, sementara Kosasih mengajukan banding. Jaksa KPK pun akan segera mengeksekusi Ekiawan.