
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) membagikan teknologi microbubble aerator atau alat pembuat gelembung halus di kolam yang bisa dikendalikan jarak jauh menggunakan handphone ke 8 kelompok pembudidaya ikan Nila di Sukabumi, Jawa Barat.
Alat ini dapat menambah kadar oksigen di dalam kolam dan bisa mendeteksi penurunan kualitas air. Para pembudidaya bisa memonitor kolam mereka dari rumah.
Sejak bulan Mei 2025, alat ini sudah dipasang di 60 kolam pembudidaya ikan Nila di Sukabumi. Salah satu penerimanya adalah Abdullah Agus Salim.
Ia bercerita, berkat alat tersebut, ia kini banjir panen di setiap siklusnya atau per tiga bulan sekali. Ia bisa mendapatkan 40 ton ikan dalam sekali panen.
“Dengan seiringnya bantuan ini, kita produksi nila terus meningkat dari waktu ke waktu. Pada kesempatan ini kita sudah bisa panen per satu siklus di kelompok saya saja, kurang lebih sampai 40 ton per satu siklus,” ucap Agus saat ditemui di Pokdakan Cimancur Cimahi Farm Feed, Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (15/10).
Ia pun menyebut, kini muncul permasalahan baru. Menurutnya, seluruh pasar di Sukabumi tak cukup untuk menampung ikan sebanyak itu.


Harap Ikan Diserap Buat MBG
Agus pun menyarankan agar ikan-ikan mereka diserap pemerintah melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hal itu pun sudah mulai dilakukan menurut Agus. Namun, penyerapannya baru dilakukan di satu dapur MBG di Sukabumi.
“Tapi karena semakin banyak, kita mencoba karena ada dapur MBG dari program Pak Prabowo, kita mencoba untuk memfilet ikan memang dengan ukuran size yang masih ukuran 300 sampai 500 gram,” jelas Agus.
“Ukuran ini kita filet, kita masukkan ke dapur MBG. Pada kesempatan ini kita baru menyuplai satu dapur MBG yang di mana satu minggu sudah bisa diserap 400 kilogram ikan nila hidup. Ketika di filet ini hanya 3% kurang lebih hasilnya yang bisa diserap oleh dapur MBG,” tambahnya.
Agus menyarankan lagi agar menu ikan menjadi menu utama di MBG. Sehingga, seluruh dapur MBG di Sukabumi akan menyerap ikan mereka.
“Kalau memang satu dapur itu memakai 400 kilogram, 100 dapur itu kita harus menyediakan per bulan 40 ton. Ini angka yang luar biasa buat kami, sehingga hasil kami bisa diserap oleh dapur MBG,” ucap Agus.

Kini, menurut Agus, para pembudidaya sudah terus bernegosiasi dengan dapur-dapur MBG di Sukabumi. Ia berharap agar ikan mereka minimal diserap dapur MBG satu kali saja dalam sebulan.
“Satu bulan, satu kali aja. Karena ketika diterima kita, khususnya Nila ya, kita tidak menutup dengan ikan yang lain atau dengan tadi, Ayam. Kalau ikan Nila aja, bisa diserap satu bulan, satu kali, kemungkinan kalau 250 dapur di Sukabumi sudah akan membutuhkan 80 ton per bulan,” ucap Agus.
“Itu angka yang kemungkinan kita harus produksi terus semakin besar. Jadi buat kami optimis ketika memang hari ini terus dikembangkan, hasilnya melimpah, penerimanya pun, pasarnya pun ada,” tandasnya.
Adapun hari ini Agus dan teman-teman pembudidaya lainnya bersama Komdigi menggelar panen raya ikan hasil penggunaan teknologi microbubble aerator. Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid memimpin acara panen raya tersebut.