
Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) menggelar panen raya bersama para pembudidaya ikan Nila di Pokdakan Cimancur Cimahi Farm Feed, Sukabumi, Jawa Barat pada Rabu (15/10).
Panen raya kali ini merupakan hasil dari teknologi microbubble aerator atau pompa air pembuat gelembung halus yang bisa dikendalikan jarak jauh menggunakan handphone.
Teknologi itu dibagikan ke 8 kelompok pembudidaya ikan Nila di Sukabumi dan digunakan di 60 kolam. Microbubble aerator itu sudah dibagikan ke para pembudidaya sejak bulan Mei 2025 lalu.
Menkomdigi, Meutya Hafid menjelaskan, teknologi ini membantu para pembudidaya untuk memantau kolam mereka. Selain bisa menyala-matikan microbubble aerator, aplikasi pengontrol di handphone juga bisa mendeteksi kadar oksigen di kolam dari jarak jauh.
“Karena adanya juga koneksi internet yang membuat Bapak Ibu bisa melihat kadar oksigennya berapa, kemudian suhunya seperti apa dan sebagainya. Dan kalau ada penurunan, langsung bisa diatensi,” ucap Meutya dalam sambutannya.

“Ini yang biasa membuat gagal pangan di antaranya kalau ada masalah tidak mudah terdeteksi. Tapi dengan digitalisasi dan teknologi kita harapkan juga mudah terdeteksi, sehingga kami dilaporkan bahwa kadar oksigen di antaranya di kolam naik sampai 60%,” tambahnya.
Sementara, Dirjen Ekosistem Digital Komdigi, Edwin Hidayat Abdullah mengklaim teknologi ini telah membantu para nelayan meningkatkan jumlah panen mereka.
“Jadi, memang dari laporannya dengan penggunaan teknologi yang tadinya nila ini panen 3 kali setahun bisa 4 kali, dan juga ada efisiensi sekitar, survival rate, jadi ikan nilai yang hidup biasanya 80-85 persen, sekarang sampai dengan 95 persen yang hidup,” ucap Edwin.
“Juga penggunaan energinya turun, karena sebelumnya pakai kincir ya Pak Bupati ya, itu turun listriknya katanya sampai 40 persen,” tambahnya.


Klaim Edwin ini pun diamini oleh salah satu pembudidaya yang memakai teknologi tersebut. Dia adalah Abdullah Agus Salim yang mengatakan bisa mendapatkan 1 ton ikan dalam satu kali panen.
“Kalau kolam tersebut belum menggunakan teknologi, hanya seperti biasa manual itu, itu paling hanya 1-2 kwintal per siklus (3 bulan) ya,” ucap Agus.
“Nah ketika ditambahkan teknologi itu, bisa melipat sebetulnya sampai 1 ton,” tambahnya.
Agus pun merasa terbantu dalam sisi produksi. Kini, menurut Agus, permasalahan ada di sisi distribusi. Menurutnya, banyaknya ikan yang mereka hasilkan masih belum bisa ditampung oleh pasar di sekitarnya.
Ia pun menyarankan agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadikan ikan nila sebagai salah satu menu wajib dan mengambil ikannya dari mereka.
“Kalau memang satu dapur itu memakai 400 kilogram, 100 dapur itu kita harus menyediakan per bulan 40 ton. Ini angka yang luar biasa buat kami, sehingga hasil kami bisa diserap oleh dapur MBG,” ucap Agus.
Panen raya kali ini pun dipimpin oleh Meutya, didampingi oleh Edwin dan Bupati Sukabumi, Asep Japar. Ketiganya menyerok ikan dari kolam menggunakan jaring serokan menandakan panen raya dimulai.