
China menjatuhkan sanksi terhadap unit perusahaan pelayaran Korea Selatan, Hanwha Ocean Co., yang terafiliasi dengan Amerika Serikat (AS), dan mengancam akan mengambil langkah balasan tambahan terhadap industri pelayaran AS. Kebijakan ini menandai babak baru dalam ketegangan dagang antara Beijing dan Washington yang semakin memanas menjelang pembicaraan perdagangan mendatang.
Mengutip Bloomberg, sanksi tersebut melarang individu maupun organisasi di China melakukan transaksi dengan unit Hanwha Ocean yang berbasis di AS. Keputusan tersebut pun turut memicu pelemahan pasar saham global pada Selasa (14/10), karena para pelaku pasar mengurangi harapan akan meredanya ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia itu.
Saham Hanwha Ocean pun ditutup turun 6,2 persen, sementara saham perusahaan pembuat kapal asal China justru menguat. Langkah China ini memperuncing sengketa lama dengan AS mengenai dominasi maritim.
Kedua negara sebelumnya telah saling mengenakan biaya pelabuhan khusus terhadap kapal masing-masing, sementara AS juga menggandeng sekutunya terutama Korea Selatan untuk membantu menghidupkan kembali industri pembuatan kapal Amerika yang sempat lesu. Pertarungan ini berdampak besar terhadap ekonomi global, mengingat kapal merupakan sarana utama untuk mengangkut lebih dari 80 persen perdagangan internasional.
“Ini adalah perluasan dari konflik dagang yang sedang berlangsung, Persoalannya kini bukan hanya soal tarif dan pengendalian ekspor, tetapi juga tentang perusahaan mana yang diizinkan beroperasi di pasar tertentu. Jika ini terus berlanjut, akan semakin banyak aktivitas ekonomi yang terancam, kata Kepala Kebijakan Perdagangan di Hinrich Foundation di Singapura, Deborah Elms.
Sektor pelayaran hanyalah salah satu titik panas dalam hubungan China-AS yang akhir-akhir ini membuat investor global waspada. Beijing memperketat pengendalian ekspor logam tanah jarang dan sejumlah komoditas lainnya, sementara AS memperluas pembatasan terhadap akses China ke chip semikonduktor dan mengancam untuk memberlakukan tarif tambahan hingga 100 persen.

Meski kedua pihak menyatakan masih terus berkomunikasi, belum jelas apakah mereka akan berhasil mencapai kesepakatan sebelum pertemuan puncak antara Donald Trump dan Xi Jinping. Salah satu risiko bagi Xi adalah bahwa langkah terbaru China dalam membatasi ekspor logam tanah jarang dan menjatuhkan sanksi terhadap sektor pelayaran dapat mendorong negara seperti Korea Selatan untuk berpihak pada AS dalam menekan Beijing.
Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengajak sekutu-sekutu Washington untuk bersatu melawan kebijakan tersebut dan menuduh Beijing “mengacungkan bazoka ke arah rantai pasokan dan basis industri seluruh dunia bebas.”
Pejabat China kini memiliki kesempatan untuk meredakan ketegangan. Wakil Menteri Keuangan China, Liao Min, yang juga merupakan anggota kunci tim negosiasi perdagangan Beijing, sedang menghadiri pertemuan tahunan para menteri keuangan dunia di Washington. Ia dilaporkan telah bertemu dengan anggota tim Bessent. Sementara pembicaraan dagang yang lebih luas diperkirakan akan berlangsung dalam beberapa minggu mendatang.
Dalam pengumumannya pada Selasa (14/10), pemerintah China menyatakan tengah menilai dampak investigasi berdasarkan Section 301 oleh Perwakilan Dagang AS terhadap sektor maritim China, dan kemungkinan akan mengeluarkan respons tambahan. Menurut pernyataan Kementerian Perdagangan China, anak perusahaan Hanwha Ocean disebut telah membantu dan mendukung aktivitas investigasi pemerintah AS, sehingga membahayakan kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan China.
Juru bicara Hanwha Ocean mengatakan bahwa perusahaan “menyadari pengumuman yang dibuat oleh pemerintah China dan tengah meninjau secara cermat potensi dampaknya terhadap bisnis.”
Selama satu dekade terakhir, pembuat kapal asal China berhasil mengungguli pesaing mereka dari Korea Selatan dan Jepang untuk menjadi produsen kapal terbesar di dunia,sementara industri pembuatan kapal Amerika nyaris tidak berkembang.

Upaya pemerintahan Trump untuk menghidupkan kembali industri kapal AS membuka peluang bagi pemain Korea Selatan untuk memperluas pengaruh mereka, dengan Seoul berjanji akan menyediakan keahlian dan investasi senilai USD 150 miliar guna mendukung ambisi Washington di sektor tersebut.
Pada Maret lalu, ketika Washington tengah merumuskan bentuk akhir dari langkah yang akan diambil terhadap dominasi pelayaran China, Hanwha Shipping mengajukan komentar publik kepada perwakilan dagang AS, Jamieson Greer, yang berisi dukungan terhadap investigasi tersebut.
Langkah terbaru China ini diperkirakan akan menekan Korea Selatan untuk memilih antara Beijing dan Washington, menurut CEO Fibonacci Asset Management Global Pte., Jung In Yun. “Sanksi terhadap Hanwha merupakan sinyal yang jelas dari Beijing. Jika perusahaan Korea itu tetap bekerja sama dengan AS, maka ia harus siap mengorbankan bisnisnya di China,” ujar Yun.