
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan berencana menghapus tunggakan iuran peserta tidak mampu senilai Rp 7,69 triliun. Kebijakan ini hanya beberapa kategori tertentu.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, mengatakan mayoritas tunggakan iuran peserta BPJS Kesehatan yang akan dihapus merupakan tunggakan lama yang sudah berlangsung lebih dari dua tahun.
“Nominalnya ya (Rp) 7,691 (triliun yang dihapus pemerintah). Atau plus ya pokoknya paling tidak segitu ya,” kata pria yang akrab disapa Ghufron saat ditemui usai acara Satya JKN Awards 2025 di Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (14/10).
Meski begitu, ia menegaskan bahwa sistem BPJS Kesehatan nantinya hanya menghitung akumulasi tunggakan peserta hingga batas maksimal dua tahun.
“Itu tahunan biasanya. Lebih dari 2 tahun karena selama ini kalau dia tunggakannya itu 4 tahun, 7 tahun, dihitungnya 2 tahun,” tutur Ghufron.

Ghufron juga memastikan, penghapusan tunggakan hanya berlaku untuk kelompok tertentu yang dinilai tak mampu membayar, misalnya pekerja informal atau termasuk Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU), yakni masyarakat yang didaftarkan dan iurannya dibayarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda).
“Enggak-enggak (semuanya). Paling tidak (yang dihapus) itu dia di sektor informal, kan ada kesulitan (membayar). Terus ada lagi yang BPU Pemda. Jadi peserta bukan terima upah. Nah itu masih nunggak, nah itu (bakal) dihapus,” jelas Ghufron.
Ghufron menyatakan, banyak peserta sebelumnya berasal dari sektor informal dan mengalami kesulitan membayar iuran dan kini sudah menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan kesehatan (PBI-JK) karena tergolong masyarakat miskin atau tidak mampu.
Oleh karena itu, para pekerja tersebut masih tercatat memiliki tunggakan yang nilainya mencapai triliunan rupiah. Ia menyebutkan kebijakan ini masih harus dibahas dalam rapat hari ini.
Lebih lanjut, ia menambahkan selama ini tunggakan BPJS tersebut masih tercatat dalam laporan keuangan sebagai piutang negara, padahal sebagian besar berasal dari masyarakat yang sudah tidak mampu membayar. Karena itu, kebijakan penghapusan dari pemerintah dianggap perlu.
“Masa masih dikejar terus. Dari sisi laporan keuangan juga kan kayaknya punya uang sekian terus. Ada orang yang nggak mampu. Artinya yang dibutuhkan ini memang kebanyakan masyarakat dari miskin-miskin ekstrem, dan tunggakannya banyak,” terangnya