
KPK memeriksa mantan Direktur Utama PT Antam, Arie Prabowo Ariotedjo, terkait kasus dugaan korupsi kerja sama pengolahan anoda logam antara PT Antam Tbk dan PT Loco Montrado.
Apa yang digali penyidik?
“Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik mendalami proses kerja sama pengolahan anoda logam antara PT Antam dengan PT Loco Montrado, yang merugikan negara hingga lebih dari Rp 100 miliar,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Selasa (14/10).
Budi menjelaskan, Arie Prabowo sedianya dijadwalkan diperiksa hari ini. Namun, ia meminta pemeriksaan dilakukan lebih cepat dari jadwal.
“(Pemeriksaan) telah dilakukan pada Selasa (7/10) lalu. Pengajuan jadwal pemeriksaan tersebut karena yang bersangkutan pada hari ini memiliki kegiatan lain yang sudah terjadwal sebelumnya,” jelasnya.
Belum ada keterangan dari Arie Prabowo terkait pemeriksaan itu.
Arie Prabowo sudah pernah dimintai keterangannya dalam kasus ini pada 6 Juni 2023 lalu. Ia dikonfirmasi terkait kasus tersebut oleh KPK.
Sebab, dugaan korupsi dalam kasus ini dilaporkan oleh PT Antam saat Arie menjadi dirutnya. Keterangan Arie diperlukan kembali karena Siman dijerat lagi sebagai tersangka oleh KPK.
“Mereka (KPK) cuma menanyakan lagi karena menurut mereka perlu dilakukan berita acara ulang, karena berita acara awalnya itu sudah gugur karena KPK kalah di praperadilan. Sehingga berita acara ini harus diulang lagi. Karena pertama, kami mungkin pelapor, kedua, data kronologi ada semua, jadi bisa (diperiksa) cepat,” kata Arie.
Kasus Pengolahan Anoda Logam Antam
Dalam kasus ini, KPK telah menjerat Direktur Utama PT Loco Montrado, Siman Bahar, sebagai tersangka. KPK menduga ada korupsi terkait kerja sama pengolahan antara PT Antam dengan PT Loco Montrado pada 2017.
Namun, Siman Bahar menang dalam gugatan praperadilan yang diajukan ke PN Jakarta Selatan. Hakim menilai penetapan tersangka terhadap Siman tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.
Pada 6 Juni 2023, KPK kembali menetapkan Siman Bahar sebagai tersangka dalam kasus serupa. Hingga kini, penyidikannya masih terus berjalan.
KPK belum menerangkan soal perkara ini lebih jauh.
Dalam perkara ini, perbuatan pihak yang dijerat sebagai tersangka diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara dan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.