
Menko Pemberdayaan Masyarakat (PM) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengungkap renovasi pondok pesantren (ponpes) Al Khoziny yang ambruk di Sidoarjo layak dibantu APBN. Hal ini karena jumlah santri di sana menurutnya lumayan banyak.
Sebelumnya, pemerintah bakal mengaudit dan memperbaiki bangunan pondok pesantren yang dinilai rawan. Dana untuk mengaudit dan memperbaiki bangunan tersebut berasal dari APBN.
Al Khoziny ini layak dibantu APBN karena ya kalau jumlah santrinya 1.900, mau sekolah di mana? Mau dibiarkan di tenda? Pemerintah mau diam saja?” kata Cak Imin di Kantor Kemenko PM, Jakarta Pusat pada Selasa (14/10).
Selain itu, Cak Imin juga merespons adanya kritik terkait penggunaan APBN untuk renovasi ponpes tersebut. Menurutnya, pihak yang memberi kritik seharusnya membuka mata masih ada anak bangsa yang membutuhkan pertolongan terkait pembelajaran.
“Jadi tolong dibuka mata bahwa yang kita tolong adalah anak-anak negeri yang sedang belajar. Sehingga saya sangat tidak habis pikir yang dikritik kok upaya pemerintah yang sedang melindungi anak yang sedang belajar dan tidak ada tempat belajar. Nanti kalau kita tidak melakukan sesuatu marah juga, kan aneh ya. Makanya itu harus menjadi kesadaran kita bersama,” ujarnya.

Nantinya Cak Imin juga membuka kemungkinan adanya pesantren-pesantren lain yang turut mendapatkan bantuan terkait pembangunan dari pemerintah. Ia juga menjelaskan kriteria-kriteria pesantren yang bisa mendapatkan bantuan.
“Yang akan mendapatkan prioritas bantuan dari presiden itu adalah satu, yang rawan. Yang kedua, untuk prioritas pertama jumlah siswanya di atas seribu orang dan yang ketiga, yang memang betul-betul tidak mampu untuk meneruskan bangunan itu. Ini kehadiran pemerintah,” kata Cak Imin.
Bantuan tersebut, menurut Cak Imin, menjadi upaya pemerintah karena pemerintah tak ingin ada anak yang belajar dalam kondisi rawan dan memiliki risiko dari lingkungan pendidikan khususnya terkait dengan bangunan.
Saat ini, melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Mendagri, Menteri PU dan Menteri Agama juga mendukung pemberian insentif dan pembebasan retribusi layanan teknis. Hal ini juga selaras dengan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah di mana pada Pasal 156 Ayat 1 beleid tersebut menyatakan Pemerintah Daerah bisa memberikan insentif dan pembebasan retribusi untuk mendorong kegiatan sosial, keagamaan, pendidikan atau investasi tertentu.

Cak Imin juga sempat menyampaikan 80 persen santri yang berada di pesantren kebanyakan berasal dari keluarga dari klasifikasi ekonomi desil 1 dan desil 2. Hal ini karena biaya pendidikan di pesantren disebut lebih murah. Namun, pesantren mengalami berbagai tantangan, hal ini karena selama ini pesantren memiliki keunikan yakni beroperasi secara mandiri dan tidak menerima bantuan pemerintah.
“Karena memang jangkauan, ada juga yang bersifat prinsip pesantren yang tidak mau dibantu,” ujar Cak Imin.
Ia memberi contoh pesantren yang memiliki prinsip tak mau dibantu dengan pesantren-pesantren yang dimiliki oleh mantan presiden KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
“Pesantren-pesantren Gus Dur sampai hari ini, yang ada di mana-mana punya Gus Dur, kala Gus Dur presiden pun tidak pernah mau menerima bantuan dari pemerintah. Itu contoh bagaimana keunikan pesantren yang hampir hari ini juga masih banyak yang ingin mandiri,” ujarnya.
Meski ada pesantren yang berprinsip mandiri, menurut Cak Imin pemerintah khususnya pemerintah daerah tetap perlu untuk mengambil langkah-langkah pro aktif. Hal ini karena di sisi lain, masih banyak pesantren yang tidak mengerti syarat-syarat teknis yang diperlukan untuk membangun bangunan seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).