
Foto: Shutterstock
Bayi laki-laki bernama Cassian menyita perhatian warganet di media sosial TikTok. Ia lahir di Amerika Serikat awal tahun ini dengan berat badan mencapai 5,8 kilogram.
Tak lama setelah ibunya dan pihak rumah sakit membagikan kabar tersebut, berita tentang bayi raksasa ini langsung viral di berbagai negara. Videonya berseliweran dan diproduksi ulang dengan judul beragam. Adanya yang menyebut bahwa si ibu sukses memecahkan rekor dunia dengan melahirkan bayi raksasa.
Meski Cassian memang lahir lebih berat dari bayi pada umumnya, kasus seperti ini bukanlah yang pertama. Pada 2023 misalnya, di Brasil sempat lahir bayi laki-laki dengan berat 7,3 kilogram, lebih besar ketimbang Cassian.
Seberapa umum sebenarnya kasus bayi besar lahir di dunia? Apakah ada risiko yang bisa dialami bayi dan ibu saat proses persalinan berlangsung? Kita bahas lebih lanjut.
Apa Itu Bayi Besar?
Dalam dunia medis, istilah makrosomia digunakan untuk menggambarkan bayi yang lahir dengan berat lebih dari 4 kilogram. Istilah lain yang lebih tepat adalah large for gestational age (LGA), yakni bayi yang berat badannya berada di atas persentil ke-90 untuk usia kehamilan tertentu. Artinya, 90% bayi lain di usia kandungan yang sama memiliki berat lebih rendah.
Menariknya, di Australia misalnya, proporsi kelahiran bayi besar tidak banyak berubah selama satu dekade terakhir. Meski sering jadi berita, jumlahnya hanya sekitar 9 hingga 10% dari total kelahiran.
Belum diketahui secara detail tentang kondisi Cassian dan ibunya. Namun, menurut Hannah Dahlen, profesor kebidanan sekaligus Dekan Asosiasi Penelitian dan HRD, Pemimpin Disiplin Kebidanan di Western Sydney University, secara umum bayi besar memang bisa meningkatkan risiko komplikasi saat melahirkan, terutama jika beratnya lebih dari 4,5 kilogram.
Semakin besar bayi, semakin tinggi kemungkinan dokter perlu melakukan intervensi medis, seperti persalinan dengan forceps, vakum, atau bahkan operasi caesar. Prosedur ini bisa memengaruhi pemulihan sang ibu dan juga pilihan metode persalinan di masa depan.
Sementara untuk bayinya, salah satu risiko yang bisa dialami adalah bahu tersangkut di jalan lahir (shoulder dystocia). Dalam situasi seperti ini, bidan atau dokter perlu melakukan manuver khusus agar bayi bisa keluar dengan aman, misalnya dengan membantu menurunkan salah satu bahu.
Meski berisiko, komplikasi seperti ini tergolong jarang terjadi, dan biasanya muncul ketika ukuran bayi besar tidak terdeteksi sebelumnya.
Kenapa Bayi Bisa Lahir Besar?
Sebagian besar bayi besar sebenarnya sehat-sehat saja. Ada banyak faktor yang berperan, di antaranya, genetik. Dalam beberapa keluarga, bayi memang cenderung memiliki ukuran dan bobot lebih berat. Kehamilan lewat waktu atau melewati HPL. Semakin lama di dalam rahim, maka bayi punya lebih banyak waktu untuk tumbuh.
Faktor lainnya adalah diabetes. Ibu hamil dengan kadar gula darah tinggi (baik diabetes biasa maupun diabetes gestasional) cenderung melahirkan bayi besar. Ini karena gula darah tinggi pada ibu membuat bayi menerima lebih banyak energi dari yang dibutuhkan, dan kelebihan itu disimpan sebagai lemak.
Terakhir obesitas. Ibu yang berat badannya tinggi sebelum atau selama hamil memiliki risiko lebih besar memiliki bayi dengan bobot lebih berat, terutama jika disertai diabetes dan pola makan yang kurang seimbang. Selain itu, bayi dari ibu dengan diabetes gestasional juga memiliki risiko lebih tinggi mengalami obesitas dan diabetes di kemudian hari.
Menariknya, perkiraan berat bayi sebelum lahir sering kali tidak akurat. Banyak ibu yang diberi tahu akan melahirkan bayi besar, tapi ternyata tidak, dan sebaliknya.
Selama pemeriksaan kehamilan, bidan atau dokter biasanya akan memeriksa posisi bayi serta mengukur tinggi fundus uteri (dari bagian atas perut sampai tulang kemaluan). Ukuran ini biasanya berbanding lurus dengan usia kehamilan, misalnya, di usia 36 minggu, panjangnya sekitar 34 – 38 cm.
“Kalau hasil pengukuran berbeda lebih dari 3 cm dari usia kehamilan, biasanya dilakukan USG untuk memperkirakan ukuran bayi. Tapi, hasil USG pun tak selalu akurat,” papar Dahlen dalam The Conversation.
Sebuah studi besar di Inggris, The Big Baby Trial, menemukan bahwa sekitar 60% bayi yang diprediksi besar melalui USG ternyata lahir dengan ukuran normal. Karena hasilnya tidak banyak membantu, penelitian itu bahkan dihentikan lebih awal.
Apa yang Bisa Dilakukan Ibu Hamil?
Langkah terbaik adalah menjaga berat badan ideal sebelum hamil, idealnya dengan BMI di bawah 30. Selama kehamilan, tetap konsumsi makanan bergizi seimbang, kurangi gula dan lemak jenuh, serta tetap aktif berolahraga ringan.
Bagi ibu yang mengidap diabetes atau didiagnosis diabetes gestasional, penting untuk memantau kadar gula darah dan pertumbuhan janin secara rutin bersama dokter atau bidan.
Pada akhirnya, kebanyakan bayi besar tetap lahir sehat. Yang terpenting adalah memastikan kondisi ibu dan bayi dipantau dengan baik, sehingga proses persalinan bisa berlangsung aman dan nyaman, tanpa perlu terlalu khawatir dengan angka di timbangan.