
Beneficial Ownership PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak (PT OTM), Muhamad Kerry Adrianto Riza, didakwa terlibat dalam dugaan korupsi tata kelola minyak mentah yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 285 triliun.
Adapun Kerry juga adalah anak dari pengusaha minyak, Mohammad Riza Chalid, yang juga merupakan tersangka dalam kasus yang sama tapi masih buron.
Sidang dakwaan Kerry digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/10), bersamaan dengan empat terdakwa lainnya, yakni:
-
Eks Direktur Utama PT Pertamina International Shipping (PT PIS), Yoki Firnandi;
-
Senior Manager Crude Oil Supply PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) periode 2022-1 April 2023, Agus Purwono;
-
Komisaris PT Jenggala Maritim Nusantara dan Presiden Komisaris PT OTM, Dimas Werhaspati; dan
-
Komisaris Utama PT Jenggala Maritim Nusantara dan Presiden Direktur PT OTM, Gading Ramadhan Joedo.
“Telah melakukan atau turut serta melakukan secara melawan hukum memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,” kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat membacakan surat dakwaannya.
Jaksa memaparkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Kerry dkk yakni dari aspek pengadaan sewa kapal dan dalam sewa terminal bahan bakar minyak (BBM).
Terkait pengadaan sewa kapal, Kerry dkk disebut melakukan pengaturan pengadaan sewa tiga kapal milik PT JMN. Dalam rangka pembiayaan pembelian kapal PT JMN yang akan didanai Bank Mandiri, jaksa menyebut bahwa Kerry meminta Yoki Firnandi menjawab konfirmasi atas kepastian pendapatan sewa kapal dari PT PIS sebagai sumber pendanaan angsuran pinjaman kredit investasi pembelian kapal oleh Bank Mandiri.
Hal itu dilakukan dengan menyatakan bahwa PT PIS membutuhkan kapal yang akan dibeli oleh PT JMN dengan masa kontrak sewa antara 5 sampai dengan 7 tahun.
“Padahal pada saat itu belum ada proses pengadaan sewa kapal antara PT JMN dengan PT PIS,” ucap jaksa.
Kemudian, Kerry dan Dimas bersama-sama dengan Agus Purwono dan Sani Dinar Saifuddin selaku eks Direktur Optimasi Feedstock & Produk (OFP) PT KPI—terdakwa dalam kasus yang sama, dan disidangkan secara terpisah—melakukan pengaturan sewa kapal Suezmax milik PT JMN.
Pengaturan itu, kata jaksa, yakni dengan cara menambahkan kalimat kebutuhan ‘pengangkutan domestik’ pada surat jawaban PT KPI kepada PT PIS, dengan maksud agar dalam proses pengadaan tersebut kapal asing tidak dapat mengikuti tender.
“Yang tujuannya untuk memastikan hanya kapal Suezmax milik PT JMN yang dapat disewa PT PIS,” beber jaksa.

Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Lalu, mereka pun melaksanakan proses pengadaan sewa kapal yang hanya bersifat formalitas, yakni kapal Jenggala Bango jenis MRGC milik PT JMN yang tidak memiliki Izin Usaha Pengangkutan Migas sebagai salah satu syarat pelelangan pengangkutan migas.
“Namun, tetap dimenangkan sebagai pemenang sewa kapal pengangkut migas,” imbuh jaksa.
Pengaturan pengadaan sewa tiga kapal itu turut memperkaya Kerry Andrianto dan Dimas Werhaspati melalui PT JMN sebesar USD 9.860.514,31 (setara Rp163.373.914.582,36 atau Rp 163,3 miliar) dan Rp1.073.619.047 atau Rp 1,07 miliar), atau totalnya mencapai sekitar Rp 164,37 miliar.
Sementara itu, terkait dengan sewa terminal BBM, perbuatan ini dilakukan Kerry salah satunya bersama sang ayah, Riza Chalid. Kerry dan Riza melalui Gading Ramadhan disebut menyampaikan penawaran kerja sama penyewaan terminal BBM Merak kepada Hanung Budya Yuktyanta selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero).
“Meskipun mengetahui terminal BBM Merak tersebut bukan dimiliki PT Tangki Merak, tetapi terminal BBM Merak tersebut milik PT Oiltanking Merak,” kata jaksa.
Kerry kemudian memberikan persetujuan kepada Gading Ramadhan untuk menandatangani Nota Kesepahaman Kerjasama jasa Penerimaan, Penyimpanan dan Penyerahan BBM dengan Hanung, meskipun mengetahui terminal BBM Merak tersebut belum dimiliki oleh PT Tangki Merak.
“Hal tersebut merupakan permintaan Mohammad Riza Chalid yang juga menjadi personal guarantee dalam pengajuan kredit kepada Bank BRI untuk melakukan akuisisi dan menjadikan PT Oiltanking Merak sebagai jaminan kredit,” ungkap jaksa.

Jaksa menjelaskan, Kerry bersama Riza Chalid dan Gading Ramadhan melalui Irawan Prakoso mendesak Hanung dan Alfian Nasution selaku VP Supply dan Distribusi PT Pertamina (Persero) periode Maret 2011-Oktober 2015 untuk mempercepat proses kerja sama penyewaan terminal BBM.
Hal itu kemudian ditindaklanjuti oleh Hanung dan Alfian dengan meminta Direktur Utama PT Pertamina (Persero) untuk melakukan penunjukan langsung kepada PT Oiltanking Merak.
“Meskipun kerja sama sewa terminal BBM dengan pihak PT OTM tidak memenuhi kriteria pengadaan yang dapat dilakukan penunjukan langsung,” ucap jaksa.
Kerja sama tersebut tidak memenuhi kriteria pengadaan yang dapat ditunjuk langsung karena:
a. Kegiatan sewa terminal BBM Merak bukan termasuk barang/jasa yang dibutuhkan bagi kinerja utama PT Pertamina dan juga bukan barang/jasa yang tidak dapat ditunda keberadaannya atau business critical asset.
b. Kegiatan sewa terminal BBM Merak bukan kegiatan yang bersifat spesifik karena alasan tertentu (kompleksitas, teknologi, availability) yang karena sifatnya tersebut, maka hanya dapat dilaksanakan oleh satu penyedia barang/jasa.
c. Kegiatan sewa terminal BBM bukan termasuk pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dengan menggunakan metode pelelangan atau pemilihan langsung telah dua kali dilakukan namun peserta tetap tidak memenuhi kriteria atau tidak ada pihak yang mengikuti pelelangan atau pemilihan langsung, sekalipun ketentuan dan syarat-syarat telah memenuhi kewajaran.
Kemudian, kata jaksa, Kerry dan Gading meminta Hanung memasukkan seluruh nilai asset milik PT Oiltanking Merak sebagai komponen dalam perhitungan biaya thruput fee yang harus dibayar oleh PT Pertamina (Persero) sebagaimana yang telah disepakati.
“Yang mengakibatkan biaya penyewaan Terminal BBM menjadi lebih mahal,” papar jaksa.
Tak hanya itu, Kerry dan Gading Ramadhan melalui Irawan Prakoso juga meminta Alfian Nasution menghilangkan klausul kepemilikan aset PT OTM dalam perjanjian kerja sama dengan PT Pertamina (Persero).
Dengan begitu, lanjut jaksa, pada akhir perjanjian, aset terminal BBM Merak tidak menjadi milik PT Pertamina (Persero).
Kemudian, Kerry juga memberikan persetujuan kepada Gading Ramadhan atas nama PT Oiltanking Merak menandatangani perjanjian Jasa Penerimaan, Penyimpanan, dan Penyerahan Bahan Bakar dengan Hanung.
“Meskipun mengetahui PT Oiltanking Merak belum termasuk dalam vendor list PT Pertamina (Persero) dan condition precedence (syarat pendahuluan) belum terpenuhi,” tutur jaksa.
Jaksa mengungkapkan, uang pembayaran sewa terminal BBM Merak sebesar Rp176.390.287.697,24 atau Rp 176,3 miliar digunakan Kerry dan Gading untuk bermain golf di Thailand.
Saat itu, jaksa menyebut bahwa pihak lainnya yang ikut bermain golf yakni Dimas Werhaspati serta pihak PT Pertamina (Persero), yakni Yoki Firnandi, Sani Dinar, Agus Purwono, dan Arief Sukmara selaku Direktur Niaga PT PIS.
Terkait perbuatan melawan hukum dari aspek penyewaan terminal BBM itu turut memperkaya Kerry, Riza Chalid, dan Gading Ramadhan Juedo melalui PT OTM sebesar Rp2.905.420.003.854 atau Rp 2,9 triliun.
Akibat perbuatannya, Kerry dkk didakwa turut terlibat dalam korupsi tata kelola minyak mentah yang merugikan negara hingga Rp 285 triliun. Rincian kerugian dalam kasus ini yakni:
1. Kerugian Keuangan Negara
Kerugian ini terdiri dari:
-
Ekspor minyak mentah, yakni USD 1.819.086.068,47
-
Impor minyak mentah, yakni USD 570.267.741,36
-
Impor produk kilang atau BBM, yakni USD 332.368.208,49
-
Pengapalan minyak mentah dan BBM, yakni USD 11.094.802,31 dan Rp 1.073.619.047,05
-
Sewa Terminal BBM, yakni Rp 2.905.420.003.854,06
-
Kompensasi, yakni Rp 13.118.191.145.790,47
-
Penjualan Solar nonsubsidi, yakni Rp 9.415.196.905.676,86
Total keseluruhannya yakni sebesar USD 2.732.816.820,63 atau USD 2,7 miliar (setara Rp 45.091.477.539.395 atau Rp 45,1 triliun) dan Rp 25.439.881.674.368,30 atau Rp 25,4 triliun.
Dengan demikian, total kerugian keuangan negara yakni Rp 70.531.359.213.763,30 atau Rp 70,5 triliun.
2. Kerugian Perekonomian Negara
Kerugian ini terdiri dari:
-
Kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut sebesar Rp 171.997.835.294.293 atau Rp 171,9 triliun
-
Keuntungan ilegal yang didapat dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri sebesar USD 2.617.683.340,41 atau USD 2,6 miliar (setara Rp 43.191.775.117.765 atau Rp 43,1 triliun).
Dengan demikian, total kerugian perekonomian negara dalam kasus ini yakni Rp 215.189.610.412.058 atau Rp 215,1 triliun.
Jika ditotal, maka kerugian negara dalam kasus ini yakni mencapai sekitar Rp 285 triliun.
Akibat perbuatannya itu, Kerry dkk didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.