
Gugatan praperadilan yang diajukan oleh eks Mendikbudristek, Nadiem Makarim, ditolak oleh hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dengan putusan itu, status tersangka yang disematkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) tetap sah.
Terkait putusan tersebut, ibu Nadiem, Atika Algadri, berharap aparat penegak hukum dapat menegakkan keadilan dan kebenaran dalam proses hukum selanjutnya terhadap anaknya.
“Saya harapkan penegak hukum juga menegakkan prinsip yang sama untuk menegakkan kepastian hukum, menegakkan kebenaran dan kejujuran,” ujar Atika kepada wartawan seusai persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/10).
“Untuk bangsa ini, bukan hanya untuk Nadiem, [tapi] untuk penegakan hukum di negara ini,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, ia turut menyinggung kasus yang dialami Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Adapun Hasto sempat dijerat oleh KPK sebagai terdakwa kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku. Belakangan, Hasto kemudian menerima amnesti atau pengampunan hukum dari Presiden Prabowo Subianto.
Sementara itu, Tom Lembong dijerat oleh Kejagung sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi importasi gula. Di hari yang sama dengan Hasto, Tom Lembong mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo.
“Nadiem hanya salah satu contohnya, sebab terlalu banyak orang lain yang diperlakukan seperti ini. Ada Pak Hasto, Tom Lembong, banyak sekali. Minta dibantu doanya saja,” tutur Atika.
Atika pun mengaku patah hati atas gugatan praperadilan anaknya yang ditolak oleh PN Jakarta Selatan.
“Hasil peradilan ini, keputusan ini tentu saja sangat menyedihkan, mematahkan hati kami sebagai orang tua Nadiem,” ujarnya.
Atika juga menegaskan bahwa anaknya merupakan sosok yang bersih dan berintegritas dalam menjalankan pekerjaannya — mulai dari saat merintis dan membangun Gojek hingga mengabdi sebagai Mendikbudristek periode 2019–2024.

“Kami tahu bahwa anak kami bersih menjalankan seluruh pekerjaannya, kariernya itu dengan prinsip-prinsip moral, kejujuran, dan kebaikan yang teguh untuk nusa dan bangsa,” kata Atika.
“Jadi kami sedih dan tidak mengerti mengapa ini semua bisa terjadi,” sambungnya.
Dengan adanya putusan tersebut, Atika menekankan bahwa keluarga dan tim penasihat hukum akan terus mendampingi Nadiem dalam menghadapi proses hukum selanjutnya.
“Tapi setelah menyatakan itu, ya sudah, sekarang kami hadapi perjuangan ke depan yang pasti masih panjang. Tapi saya tahu anak saya anak yang jujur, dan dia akan berjuang mengungkapkan kejujurannya,” imbuhnya.
Sebelumnya, hakim tunggal PN Jakarta Selatan I Ketut Darpawan memutuskan menolak gugatan praperadilan yang diajukan Nadiem Makarim.
“Mengadili, menolak permohonan praperadilan Pemohon,” kata Hakim Ketut saat membacakan amar putusan dalam persidangan di PN Jakarta Selatan.
Dalam permohonannya, Nadiem menyebut bahwa Kejagung telah sewenang-wenang dalam menetapkan dirinya sebagai tersangka. Melalui pengacaranya, Nadiem juga meminta dibebaskan dari tahanan.
Ia menilai tindakan Kejagung tersebut sewenang-wenang karena tidak sesuai dengan prosedur dan bertentangan dengan hukum, sehingga seharusnya dinyatakan batal.
Namun, dalam pertimbangannya, hakim menyatakan bahwa penetapan tersangka terhadap Nadiem telah sesuai prosedur.
“[Penyidikan] sudah dilaksanakan berdasarkan prosedur menurut hukum acara pidana, dan karenanya sah menurut hukum,” ujar hakim.
Hakim pun menyatakan Kejaksaan Agung sudah memiliki alat bukti yang cukup untuk menetapkan Nadiem sebagai tersangka.
“Secara formal, Termohon telah memiliki empat alat bukti yang sah,” kata hakim.
“Sebagai dasar menetapkan Pemohon sebagai tersangka,” pungkasnya.
Lantaran penyidikan yang dilakukan sudah sesuai prosedur serta penetapan tersangka telah berdasarkan alat bukti yang cukup, maka penahanan Nadiem pun dinilai sudah sesuai kewenangan penyidik Kejagung.
Kasus Nadiem

Nadiem saat ini berstatus sebagai tersangka Kejagung dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek.
Kasus ini berawal pada Februari 2020. Saat itu, Nadiem yang menjabat sebagai Mendikbudristek melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia.
Dalam pertemuan tersebut, disepakati bahwa produk Google, yakni Chrome OS dan Chrome Device (laptop Chromebook), akan dijadikan proyek pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kemendikbudristek. Padahal, saat itu pengadaan alat TIK belum dimulai.
Kemudian pada 2020, Nadiem selaku menteri menanggapi surat dari Google Indonesia mengenai partisipasi pengadaan alat TIK di Kemendikbudristek.
Surat tersebut sebelumnya tidak direspons oleh Muhadjir Effendy, selaku Mendikbud sebelum Nadiem, sebab uji coba pengadaan Chromebook pada 2019 gagal dan tidak bisa dipakai oleh sekolah di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Kerugian dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp1,98 triliun. Angka tersebut berasal dari selisih perhitungan harga pengadaan laptop.
Berikut dua komponen yang dinilai Kejagung sebagai sumber kerugian negara:
-
Software (Chrome Device Management) senilai Rp480.000.000.000
-
Mark-up laptop di luar CDM senilai Rp1.500.000.000.000
Kejagung belum merinci detail perbandingan harga wajar dengan harga pembelian per laptop beserta perangkat lunaknya oleh pihak Kemendikbudristek saat itu.
Terkait penetapan tersangkanya, Nadiem membantah melakukan perbuatan sebagaimana disampaikan Kejagung. Ia menyatakan bahwa Tuhan akan melindunginya.
Nadiem menegaskan bahwa dirinya selalu memegang teguh integritas dan kejujuran selama hidupnya.