
“Gajiku segini-gini aja, naiknya pelan banget. Tapi kalau lihat harga properti, rasanya mustahil bisa beli rumah,” ujar Renaldi (27), pekerja muda di Jakarta Selatan.
Ia berencana menikah pada 2026 dan mulai memikirkan kehidupan setelahnya, terutama soal tempat tinggal. Namun ketika ditanya daerah tempat tinggal bersama pasangannya kelak, Renaldi tersenyum bingung.
Dilema Renaldi jadi cerminan keresahan banyak anak muda Indonesia hari ini. Pilihan yang tersedia terasa sempit: rumah murah berada jauh dari pusat aktivitas tanpa akses transportasi memadai, sementara hunian yang dekat dan strategis harganya selangit.
Akibatnya, banyak Gen Z terjebak di antara impian memiliki rumah dan realitas ekonomi yang tidak kian berkembang.
Survei Jakpat (Mei 2023), terhadap 1.194 Gen Z, menemukan bahwa 65 persen anak muda ingin membeli rumah atau aset di lokasi yang strategis dan dekat dengan pusat kota, kawasan bisnis, atau transportasi publik.
Tapi di sisi lain, dilansir dari Antara, data menunjukkan bahwa harga rumah meningkat sekitar 10 persen dalam tiga tahun terakhir sementara pendapatan rata-rata Gen Z masih di bawah Rp 2,5 juta per bulan pada 2023.
Pergeseran Pola Pikir Gen Z Soal Kepemilikan Rumah
Namun, masalah kepemilikan rumah di kalangan Gen Z tidak semata-mata soal kemampuan finansial. Ada juga pergeseran nilai dan prioritas hidup.
Banyak anak muda kini lebih menempatkan pengalaman sebagai bentuk investasi, mulai dari traveling, pengembangan diri, hingga menekuni gaya hidup digital.
Bagi sebagian dari mereka, rumah bukan lagi simbol kesuksesan, melainkan beban finansial jangka panjang yang bisa membatasi fleksibilitas hidup.
Kondisi ini diperkuat oleh kemudahan akses investasi digital. Platform seperti reksa dana, saham, dan kripto menawarkan peluang return cepat yang terasa lebih relevan dibanding KPR 20 tahun. Akibatnya, Gen Z lebih akrab dengan konsep financial freedom ketimbang home ownership.
Bukan berarti Gen Z sepenuhnya menolak kepemilikan rumah. Mereka hanya memaknai ulang arti “memiliki” itu sendiri. Banyak yang memilih opsi menyewa jangka panjang (long-term rent), tinggal di co-living space, atau membeli rumah lebih kecil di pinggiran dengan pertimbangan gaya hidup yang lebih fleksibel.
Ruang Ratih by Semen Merah Putih
Ya, kini generasi muda melihat rumah bukan lagi sekadar kewajiban, melainkan bagian dari identitas gaya hidup mereka. Prioritasnya adalah hunian yang fungsional, aksesibel, dan sesuai nilai hidupnya, bukan sekadar memenuhi status sosial mereka.
Untuk dapat pembahasan yang lebih dalam soal perubahan cara pandang anak muda terhadap rumah dan gaya hidup, kamu bisa mendengarkan podcast Ruang Ratih Episode 1 pada 17 Oktober 2025 mendatang hanya di YouTube Semen Merah Putih.
Siniar ini merupakan persembahan Semen Merah Putih yang akan membahas berbagai hal, termasuk current issue yang relevan dengan kebutuhan kita sehari-hari.
Podcast ini akan dibawakan oleh Ratih sebagai Nona Rumah yang akan memandu perbincangan dengan banyak pembicara kredibel Indonesia.
Jadi, pastikan subscribe YouTube Semen Merah Putih dan nyalakan notifikasi untuk dapatkan update terbaru dari mereka, ya.