
Wakil Ketua MPR RI dari PAN, Eddy Soeparno mengusulkan ada sebuah lembaga khusus di pemerintahan yang khusus mengurus perubahan iklim atau climate change. Hal itu nantinya akan diatur di dalam Undang-Undang Pengelolaan Perubahan Iklim.
“Ya, kami mengusulkan ada kelembagaan khusus yang nanti akan menjadi koordinator dan integrator dari berbagai kebijakan yang ada agar semuanya berjalan secara terkoordinir,” ucap Eddy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Senin (13/10).
“Jadi sudah ada kebijakan yang jelas, ada kebijakan yang konsisten, dan ada kebijakan yang terkoordinir menjadi satu,” tambahnya.
Menurut Eddy, lembaga ini nantinya bisa berbentuk kementerian, badan, ataupun otorita yang langsung bertanggung jawab ke presiden.
“Nah, kami berharap nanti kelembagaan tersebut apakah bentuknya kementerian ataukah badan atau otorita itu langsung berada di bawah Presiden, bertanggung jawab kepada Presiden sehingga mampu untuk kemudian melakukan upaya integrasi yang memang sangat dibutuhkan,” jelas Eddy.
“Bersama-sama dengan kementerian dan lembaga lain,” tambahnya.
Eddy menyebut, adanya lembaga terkait climate change ini diharapkan akan membuat regulasi satu pintu yang mengurus perubahan iklim.
“Jangan sampai nanti kita menghadapi permasalahan yang sama undang-undangnya sudah ada tetapi kebijakan kementerian lembaga berjalan sendiri-sendiri tidak ter-integratif,” ucap Eddy.
“Nah, ini yang kita harapkan akan terjalin ketika undang-undang ini lahir termasuk juga melahirkan lembaga tersebut,” tambahnya.

Lebih lanjut, Eddy menjelaskan, RUU itu nantinya akan menyatukan aturan-aturan di dalam Undang-Undang lainnya. Seperti Undang-Undang Lingkungan Hidup dan RUU Energi Baru Terbarukan yang juga masih dibahas.
“Jadi ini adalah merupakan sebuah undang-undang yang kemudian akan mengakumulasi semua kebijakan-kebijakan dan legislasi yang ada terkait lingkungan hidup, terkait program transisi energi yang kita laksanakan sekarang,” ucap Eddy.
“Sebagaimana diketahui, kita sudah memiliki RUPTL untuk 2025-2034 yang sangat progresif di mana kita akan mengembangkan sumber-sumber energi terbarukan kita secara sangat cepat,” tambahnya.
RUU Pengelolaan Perubahan Iklim sendiri telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2026 dan akan dibahas di Komisi XII. Eddy yang juga anggota Komisi XII berharap RUU ini sudah sah di tahun 2026 mendatang.
“Kalau bagi saya sih karena ini sudah masuk ke dalam tahapan bukan perubahan iklim lagi, tetapi sudah krisis iklim, saya berharap semakin cepat, semakin baik ini dibahas,” ucap Eddy.
“Mudah-mudahan dalam beberapa masa sidang, tidak perlu menunggu 1 tahun 2026 habis, sudah bisa kita sahkan. Ini harapan kami,” tandasnya.