
Lampung Geh, Bandar Lampung – Pemerintah Provinsi Lampung terus mendorong percepatan realisasi embarkasi haji dan penerbangan umrah langsung dari Bandara Internasional Radin Inten II.
Namun, upaya tersebut masih terkendala daya dukung landasan pacu yang belum memenuhi syarat pesawat berbadan lebar.
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Lampung, Bambang Sumbogo, mengatakan pihaknya bersama Angkasa Pura dan instansi terkait telah membahas hal tersebut dalam rapat koordinasi terbaru.
“Kemarin sudah ada rapat terkait dengan bandara internasional sesuai Peraturan Menteri Nomor 37. Untuk bandara internasional diberikan waktu enam bulan melengkapi rekomendasi terkait custom, immigration, quarantine (CIQ),” ujarnya, saat diwawancarai Lampung Geh, Senin (15/9).
Menurut Bambang, pihak Angkasa Pura sudah menindaklanjuti dengan berkirim surat.
“Termasuk kemarin surat yang ke beberapa instansi terkait Angkasa Pura, Nam Air, kemudian kami sendiri terkait peningkatan daya dukung landasan pacu dan masalah instrument landing system (ILS),” jelasnya.
Bambang menyebut potensi penerbangan umrah dari Lampung cukup besar. Data Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPURI) tahun 2023 mencatat sekitar 23.000 jemaah asal Lampung berangkat setiap tahun.
Jumlah ini melampaui syarat minimal 18.000 jemaah per tahun atau 1.500 jemaah per bulan.
“Kalau dari Lampung bisa langsung, jemaah tidak perlu lagi ke Jakarta atau Palembang. Biaya juga bisa ditekan, karena dari Jakarta ke Lampung saja bisa sampai Rp700 ribu sekali jalan, pulang-pergi bisa Rp1,4 juta, belum termasuk biaya lainnya,” katanya.
Meski demikian, syarat utama penerbangan umrah langsung adalah penggunaan pesawat berbadan lebar dengan kapasitas minimal 250 kursi. Saat ini Bandara Radin Inten II baru bisa menampung pesawat berbadan sempit.
“PCN (Pavement Classification Number) landasan kita baru 63, harus dinaikkan ke 73–74. Untuk menaikkan itu dibutuhkan biaya sekitar Rp480 miliar,” jelas Bambang.
Ia menambahkan, keterbatasan lain adalah status bandara yang dikelola Angkasa Pura sebagai BUMN, sehingga tidak memungkinkan lagi menggunakan APBN maupun APBD.
“Ini kita minta ketegasan dari Angkasa Pura. Mungkin satu-satunya jalan melalui Kerja Sama Pemanfaatan Aset (KSP). Bandara Angkasa Pura memiliki konsesi dengan Dirjen Perhubungan Udara, investasinya selama 30 tahun senilai Rp500 miliar. Untuk mendukung peningkatan daya dukung ini harus ada adendum perubahan,” ungkapnya.
Menurut Bambang, peningkatan daya dukung bandara akan memberikan dua dampak sekaligus.
“Satu terkait umrah, satu lagi terkait haji. Kita sudah saatnya memiliki embarkasi langsung, karena sejak 2010 status kita masih embarkasi antara,” katanya.
Sementara menunggu peningkatan landasan pacu, sejumlah maskapai menawarkan solusi penerbangan alternatif.
“Teman-teman dari Garuda, AirAsia, dan Lion ingin Bandara Internasional Radin Inten menerbangkan ke Kuala Lumpur. Dari Kuala Lumpur ke Jeddah ada maskapai Malindo, juga dari Singapura langsung ke Jeddah. Tapi mereka masih mengkaji apakah rute ini akan menarik jamaah dari Jakarta dan Palembang,” pungkasnya. (Cha/Ansa)