
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda berpesan agar Kementerian Dalam Negeri menyetop kebijakan efisiensi dalam bentuk suntikan dana Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Ia khawatir jika efisiensi ini dilanjutkan, maka pemerintah daerah tidak sanggup untuk menopang kebutuhan belanja daerahnya.
“Kita harus menyadari bahwa ekonomi di daerah sangat tergantung pada APBD. Dan lebih dari 70% bahkan hampir 80% APBD kita tergantung pada APBN transfer keuangan atau transfer ke daerah transfer APBN,” kata Ketua Komisi II DPR RI saat rapat bersama Mendagri membahas Rencana Kerja Anggaran, Senin (15/9).
Ia juga meminta Tito untuk melihat gejolak aksi demonstrasi yang muncul di beberapa daerah, seperti yang terjadi di Kabupaten Pati dan kota-kota lainnya.

“Saya kira kita harus merefleksikan situasi terakhir Pak. Ada baiknya pemerintah melakukan relaksasi kebijakan terkait dengan TKD di Caturwulan terakhir tahun 2025,” kata Rifqi.
“Ini agar ekonomi di daerah juga stabilitas ekonomi politik juga bisa kita jaga dengan baik,” sambung politisi NasDem itu.
Rifqi kemudian menjelaskan bahwa DPR sebagai lembaga pengawas tidak punya kewenangan langsung untuk menentukan berapa besar alokasi APBN yang ditransfer ke APBD. Penetapan anggaran sepenuhnya menjadi domain pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Kemendagri.

Tugas pengawasan lebih fokus memastikan dana yang sudah ditransfer sesuai aturan, tepat sasaran, dan digunakan sebagaimana mestinya. Maka dari itu, ia menjelaskan bahwa ia hanya bisa memberikan pesan agar formulasi anggaran di tahun berikutnya lebih baik sehingga gejolak ekonomi dan politik bisa diredam.
“Mari angka ini diselamatkan dulu agar kemudian ketika kita bicara APBN 2026 kita punya napas untuk bukan hanya menjaga ekonomi tetapi juga menjaga stabilitas termasuk hubungan pusat dan daerah,” katanya.