
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa Indonesia telah menerima beberapa tawaran kerja sama pengembangan energi nuklir dari sejumlah negara, seperti Kanada dan Rusia.
“(Yang sudah mengajukan proposal) Kanada, saya udah ketemu sama Menterinya. Rusia (juga). Ada beberapa negara lain yang saya tidak bisa omongkan. Tapi kalau Kanada, Rusia, karena sudah terbuka, jadi oke (diumumkan),” ujar Bahlil dalam konferensi pers acara Geopolitical Forum 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Selasa (25/6).
Bahlil menyebut bahwa saat ini pemerintah sedang membahas konsep kerja sama tersebut. Dia mengakui kerja sama itu memang muncul dalam pembicaraan ketika dirinya menemani Presiden Prabowo Subianto mengunjungi Rusia untuk menemui Presiden Rusia Vladimir Putin. “Ya, bahas (di Rusia) tapi tidak terlalu detail ya,” katanya.
Bahlil menjelaskan pemerintah juga telah menyusun roadmap pengembangan energi nuklir, dengan target maksimal pada tahun 2034 Indonesia memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Model PLTN yang akan dibangun berukuran kecil hingga menengah, dengan kapasitas sekitar 300 hingga 500 megawatt (MW). Proyek awal akan difokuskan di dua wilayah, yakni Sumatera dan Kalimantan, yang sudah tercantum dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

“Roadmap-nya kita sudah buat. Pada 2034 maksimal, kita itu sudah harus punya nuklir di sektor energi,” tutur Bahlil.
Dia pun menegaskan bahwa Indonesia terbuka untuk menjalin kerja sama dengan negara mana pun, selama bersifat saling menguntungkan.
“Bagi kita, siapa pun negaranya gak ada masalah, selama dia punya hubungan kerja sama sama Indonesia, dan sekali lagi saling menguntungkan,” kata Bahlil.
Sebelumnya, Vladimir Putin menawarkan kerja sama di bidang energi nuklir dengan Indonesia. Hal itu diungkapkan Putin usai melakukan pertemuan dengan Prabowo dan delegasi pemerintah Indonesia.
“Kami terbuka untuk kerja sama dengan mitra Indonesia di bidang nuklir,” kata Putin di Istana Konstantinovsky, St. Petersburg, Rusia, dikutip Selasa (24/6).
Kerja sama bidang nuklir tersebut bukan untuk kebutuhan perang, tapi untuk hal-hal lain seperti kesehatan dan pertanian.