
Harga minyak mencapai titik terendah dalam dua pekan ini pada Selasa (24/6) setelah Israel menyetujui proposal gencatan senjata Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan Iran, yang meredakan kekhawatiran akan gangguan pasokan dari Timur Tengah, wilayah penghasil minyak utama dunia.
Mengutip Reuters, minyak mentah Brent berjangka turun USD 3,82 atau 5,3 persen menjadi USD 67,66 per barel pada pukul 06.45 GMT. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 3,75 atau 5,5 persen, menjadi USD 64,76 per barel.
Israel telah menyetujui proposal Trump untuk gencatan senjata dengan Iran setelah mencapai tujuannya menghilangkan ancaman nuklir dan rudal balistik Teheran, kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dalam sebuah pernyataan yang diunggah oleh kantornya pada Selasa (24/6).
Trump mengumumkan pada hari Senin (23/6) bahwa Israel dan Iran telah sepenuhnya menyetujui gencatan senjata, dengan Iran akan memulainya segera dan Israel menyusul setelah 12 jam. Jika kedua belah pihak mempertahankan perdamaian, perang akan resmi berakhir setelah 24 jam, mengakhiri konflik selama 12 hari.
“Jika gencatan senjata dijalankan seperti yang diumumkan, investor mungkin akan berharap pada kembalinya kondisi normal di pasar minyak,” kata Priyanka Sachdeva, analis pasar senior di Phillip Nova.
“Ke depan, sejauh mana Israel dan Iran mematuhi ketentuan gencatan senjata yang baru saja diumumkan akan memainkan peran signifikan dalam menentukan harga minyak,” tambah Priyanka.
Trump mengatakan bahwa gencatan senjata yang “lengkap dan total” akan berlaku untuk mengakhiri konflik antara kedua negara tersebut.
“Dengan berita gencatan senjata ini, kita sekarang melihat kelanjutan dari hilangnya premi risiko yang sempat terbentuk dalam harga minyak mentah pekan lalu,” kata Tony Sycamore, analis di IG.
Iran adalah produsen minyak mentah terbesar ketiga di OPEC, dan meredanya ketegangan akan memungkinkan negara tersebut mengekspor lebih banyak minyak dan mencegah gangguan pasokan, yang menjadi faktor utama lonjakan harga minyak dalam beberapa hari terakhir.
Kedua kontrak minyak turun lebih dari 7 persen pada sesi sebelumnya setelah sebelumnya melonjak ke level tertinggi lima bulan usai AS menyerang fasilitas nuklir Iran pada akhir pekan, yang memicu kekhawatiran akan meluasnya konflik Israel-Iran.
Keterlibatan langsung AS dalam perang juga membuat investor fokus pada Selat Hormuz, jalur sempit dan vital antara Iran dan Oman di Teluk Persia yang menjadi jalur pengiriman antara 18 hingga 19 juta barel minyak mentah dan bahan bakar per hari, atau hampir seperlima dari konsumsi dunia.
Kekhawatiran pun sempat meningkat bahwa gangguan apa pun terhadap aktivitas pelayaran melalui selat itu dapat melambungkan harga ke kisaran tiga digit.
Namun, untuk saat ini, para pedagang tengah menarik napas dari lonjakan harga minyak yang terjadi baru-baru ini.
“Secara teknis, aksi jual semalam memperkuat lapisan resistensi di kisaran USD 78,40 (level tertinggi Oktober 2024 dan Juni 2025) dan USD 80,77 (level tertinggi sepanjang tahun ini), dan jelas bahwa dibutuhkan sesuatu yang benar-benar tidak terduga dan merugikan pasokan agar minyak mentah dapat menembus lapisan resistensi ini,” tambah Tony.