
Marriott International merilis laporan tren kuliner bertajuk “The Future of Food 2026 Asia Pacific” pada Selasa (14/10). Laporan ini mengungkap tren utama yang diperkirakan membentuk lanskap kuliner 2026 mendatang, mulai dari perubahan preferensi makanan hingga pergeseran konsep kemewahan yang kini lebih identik dengan kenyamanan.
Laporan ini disusun berdasarkan wawasan dari lebih dari 30 chef ternama, mixologist, pakar industri, dan media kuliner regional, serta hasil survei terhadap tim F&B di 270 properti Marriott yang tersebar di 20 pasar Asia Pasifik.
Sander Looijen, Area General Manager Marriott International Bali Premium & Select Properties, menyebut laporan ini sebagai panduan penting untuk mengembangkan pengalaman kuliner di Asia Pasifik dan Indonesia.
“Future of Food 2026 bukan hanya sangat penting bagi kami, tetapi juga bagi industri restoran secara lebih luas,” ujarnya, saat acara peluncuran Future Food 2026 di Jakarta, Selasa (14/10). Lalu, apa saja 6 tren kuliner di Asia Pasifik 2026 tersebut?

1. Kenyamanan Jadi Cerminan Kemewahan Modern
Laporan ini menyoroti pergeseran makna kemewahan yang kini lebih identik dengan kenyamanan, tercermin dari hadirnya konsep fine-casual dining yang memadukan keanggunan fine dining dengan suasana santai. Marriott International mencatat, 73 persen tamu di Indonesia dan 59 persen di Asia Pasifik kini lebih memilih santapan cepat dan kasual dibanding bersantap formal.
Menurut Kevindra Soemantri, pengamat dan penulis kuliner, perubahan ini dipengaruhi oleh cara pandang generasi muda terhadap kemewahan, terlebih dengan adanya tren seperti slow travel dan slow living yang menggambarkan cara pandang kemewahan saat ini.
“Orang-orang sekarang mencari pengalaman yang berbeda, tanpa harus kehilangan sisi elegan dalam menikmati makanan. Mereka tahu ini bukan lagi soal fine dining yang kaku dan formal, tapi versi yang lebih santai dan tetap disukai,” jelas Kevindra.

Ia menambahkan bahwa tren ini juga mengubah pola pesanan di restoran. Kalau dulu fine dining identik dengan set menu, kini 61 persen tamu Indonesia lebih memilih à la carte, sementara di Asia Pasifik angkanya mencapai 53 persen yang menurut Kevindra sudah menunjukkan adanya pergeseran preferensi tersebut.
2. Mengangkat Kekayaan Bahan Lokal
91 persen gerai F&B properti Marriott International tercatat telah menonjolkan bahan dan hidangan lokal, sementara di Asia Pasifik angkanya mencapai 85 persen. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besarnya perhatian terhadap bahan lokal untuk menghadirkan pengalaman kuliner yang autentik.
Menurut Kevindra, kolaborasi antara hotel dan komunitas sekitar kini menjadi kunci dalam menciptakan pengalaman kuliner yang bermakna. Terlebih, 82 persen tamu Indonesia tercatat kerap menanyakan asal bahan makanan yang mendukung penggunaan bahan lokal.
3. Generasi Ketiga Chef Asia Akan Membawa Inovasi Kuliner Baru
Chef Asia generasi ketiga juga diyakini akan mengubah cara dunia memandang kuliner Asia. Mereka tidak hanya menyajikan makanan, tetapi juga akan memadukan teknik modern dan bahan lokal untuk menghadirkan cita rasa baru yang tetap berakar pada tradisi.
4. Asia sebagai Pusat Kuliner
Keberagaman dan dinamika budaya makanan di Asia diprediksi mendorong kawasan ini menjadi salah satu pusat kuliner dunia. Dalam laporan Future of Food 2026, tercatat 82 persen tamu di properti Marriott International memilih masakan Asia dibanding internasional, lebih tinggi dari rata-rata regional 57 persen.
Indonesia termasuk di antara negara yang disebut sebagai pusat kuliner bersama Filipina, Vietnam, dan Tiongkok. Kevindra memprediksi minat terhadap kuliner Indonesia akan meningkat karena banyak daerah memiliki bahan dan cita rasa unik.
5. Pemanfaatan AI dan Teknologi di Industri Kuliner
Perkembangan teknologi dan kecerdasan buatan (AI) kini semakin berperan dalam industri perhotelan. Laporan Future of Food 2026 mencatat bahwa 76 persen properti Marriott International di Asia Pasifik telah mengadopsi teknologi manajemen pemesanan.
Selain itu, 85 persen gerai di Indonesia menilai media sosial mendorong popularitas hidangan, dan 85 persen tamu membaca ulasan online sebelum memilih tempat makan, lebih tinggi dari rata-rata regional 74 dan 70 persen yang menunjukkan besarnya pengaruh teknologi terhadap keputusan kuliner masyarakat.
6. Menikmati Kuliner Melalui Sentuhan Pancaindra
Sebanyak 48 persen tim F&B Marriott International melaporkan meningkatnya minat terhadap multisensory dining atau pengalaman kuliner interaktif. Tren ini terlihat dari restoran yang menghadirkan elemen visual, aroma, dan teatrikal dalam penyajian.
Perkembangan media sosial seperti Instagram juga diyakini mendorong tren ini, karena konsumen kini lebih memprioritaskan tampilan dan storytelling di balik setiap hidangan.

Selain keenam tren tersebut, Future of Food 2026 juga menyoroti meningkatnya peran keberlanjutan dalam membangun sistem pangan. kumparanFOOD berkesempatan melihat contoh pada kopi TA’AKTANA dari Labuan Bajo.
Salah satu menunya, cashew blossom, menghadirkan minuman kopi dengan foam lembut yang berpadu cashew crackers dan powder renyah dan manis. Konsep ramah lingkungan diterapkan dengan mengolah kembali ampas sirop kacang mete menjadi garnish cashew crackers dan powder tersebut
“Jadi yang seharusnya menjadi waste, kita gunakan ulang sebagai garnish. (Waste) ini dari pembuatan sirup kacang mete yang setelah disaring masih ada ampasnya dan diproses hingga dikeringkan,” jelas Valerian Mesa Naomi, barista di kopi tersebut.
Nah, bagaimana menurut kamu?
Reporter Salsha Okta Fairuz